Senin, 11 Januari 2010
FITNAH
PERBUATAN YANG DICELA ISLAM*
Akhir-akhir ini kata “fitnah” sedang menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat. Media massa gencar memberitakan pengakuan sejumlah elite yang merasa telah difitnah, terkait dugaan penyalahgunaan aliran dana yang disuarakan sebagian orang dalam kasus Bank Century.
Sebuah buku yang mempertanyakan asal muasal aliran dana kampanye Pilpres 2009 dan mengaitkannya dengan kasus Bank Century dianggap sebagai fitnah oleh sebagian kalangan. Terlepas dari ramainya kasus tersebut, fitnah memang perlu diwaspadai dan dijauhi setiap muslim, karena bisa menimbulkan dampak luar biasa bagi korbannya.
Dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 127 Allah SWT berfirman, “ … dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh… “. Islam mengecam perbuatan fitnah. Petunjuk Al-Quran dan Sunnah jelas-jelas memerintahkan umat agar menjauhi fitnah terutama untuk menjaga ketentraman di tengah komunitas.
Al-Quran dan Sunnah juga memperingatkan akan beratnya siksa bagi orang-orang yang memfitnah atas kehormatan seseorang, dan mengatakan tentang kesalahan-kesalahan tersembunyi mereka. “Mereka yang suka melihat keburukan yang disiarkan di antara orang-orang beriman, (maka) akan memiliki akhir yang sangat buruk dalam kehidupan ini dan akhirat,” (QS. An-Nur [24] : 19).
Ali bin Abi Thalib pernah menyebut orang yang membiarkan lidahnya bebas tak terkendali dalam menyebarkan keburukan dalam masyarakat adalah pendosa besar: “Orang yang mengatakan sesuatu keburukan dan orang yang membiarkannya adalah sama-sama berdosa.” Ujar Khallifah Ali.
Karena besarnya dampak yang ditimbulkan, fitnah pun sangat dicela agama. Menurut Dr. Muhammad al Hasyimi, inividu dalam masyarakat muslim adalah bijaksana dan sederhana. Ia menghindari semua persoalan yang tidak penting, memiliki karakter mulia, serta berterima kasih kepada ajaran Islam.
“Itu semua ditujukan untuk menentang fitnah dan untuk memelihara dari dosa menyebarluaskan keburukan orang, apakah ia menjadi dosanya sendiri atau sesuatu yang ia dengar atau lihat pada sebagian orang lain,” ujarnya dalam buku Hidup Saleh dengan Nilai-nilai Spiritual Islam.
Ada beberapa hal yang patut dihindari umat terkait fitnah, antara lain; jangan mencari-cari kesalahan muslim, memata-matai mereka, atau mengungkapkan dan menyebarkan kelemahan dan kekurangan mereka.
Dr. Muhammad menjelaskan, tindakan-tindakan itu akan menyakiti orang yang kepadanya hal-hal tersebut ditujukan. Akibatnya kemudian, keresahan merebak di masyarakat di mana ia tinggal.
“Karena fitnah dan tuduhan tidak menyebar dalam masyarakat, kecuali membawa perpecahan dan ketiadaan moral; dosa dianggap ringan, kebencian penuh, konspirasi berlimpah, kedengkian tetap, juga kecurangan tersebar luas,” paparnya menegaskan.
Membela diri
Masalah ini tak terlepas dari perhatian Rasulullah SAW. beliau memberikan peringatan keras kepada umat Muslim akan bahaya memfitnah kehormatan seseorang dan mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka tanpa bukti kuat.
Nabi SAW. lantas mengingatkan orang yang melakukan hal-hal itu dengan ringan (maka kesalahan-kesalahan) dirinya akan ditampakkan. Bahkan meski ia bersembunyi di tempat paling tersembunyi sekalipun.
Oleh karena itu, Dr. Muhammad berpendapat, Muslim sejati hendaknya memperhatikan sabda Nabi Muhammad SAW ketika beliau ditanya, “Siapakah Muslim yang terbaik ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang selamat dari lidah dan tangannya (Muttafaq ‘alaih).
Umat dianjurkan memerangi pergunjingan. Ia melindungi saudara muslimnya yang tidak hadir, ketika ada fitnah yang membicarakannya. Ini sesuai petunjuk Nabi Muhammad SAW. agar umat Islam melindungi kehormatan saudaranya dari fitnah, dan Allah SWT. akan melindunginya dari api neraka.
Adapun dalam pandangan Syekh Yusuf al-Qardhawi, orang yang difitnah atau dituduh dengan semena-mena, bisa membela diri. Ia mempunyai hak untuk meneriakkan kebenaran, bahkan Allah SWT membolehkan baginya hal yang tidak dibolehkan bagi orang lain, demi menjaga posisinya dalam masyarakat dan membela kehormatannya.
Lebih jauh, Dr. Muhammad mengatakan, kelemahan-kelemahan manusia tidak akan hilang dengan mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang, namun dengan menjelaskan hal-hal ini kepada mereka dengan cara yang lebih baik, menganjurkan ketaatan, dan melarang perbuatan salah.
Semua dilakukan tanpa kekerasan dan konfrontatif. “Sebuah pendekatan yang lembut dan melembutkan hati sekaligus membukakan pikiran.”
*Dikutip dari artikel Yussuf Assidiq “Fitnah Perbuatan yang Dicela Islam”, Republika, Jum’at, 8 Januari 2010.