Tampilkan postingan dengan label Artikel Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Pendidikan. Tampilkan semua postingan

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Rabu, 11 September 2019


MENGATASI ANAK YANG TIDAK MAU BELAJAR DI KELAS

A.  Pengantar
Anak adalah tunas bangsa yang sangat berharga dan menjadi tumpuan harapan di masa depan. Melihat tunas-tunas itu tumbuh dengan baik, pastilah amat membahagiakan. Akan tetapi pada kenyataannya banyak ditemukan juga bahwa tidak semua hal berjalan sesuai dengan harapan dan rencana apalagi ketika mulai muncul berbagai perilaku yang tidak diharapkan. Bagi anak di TK kebutuhan sosial merupakan suatu syarat untuk pertumbuhan jiwa anak. Kebutuhan sosial ini tidak dapat terpenuhi sekedar mempersatukan anak yang sebaya dalam satu kelas untuk mcndengarkan uarian-uraian guru. Yang dibutuhkan oleh anak adalah seorang guru yang dapat mengerti dan menyayangi mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Anak adalah individu yang memiliki potensi (potensial ability) yang dapat dikembangkan melalui layanan pendidikan. Potensi seseorang akan bermakna bagi kehidupannya, manakala potensi tersebut diwujudkan dalam kemampuan nyata (actual ability). Dalam hal ini, pendidikan pra sekolah adalah suatu upaya awal dalam mengembangkan potensi anak menjadi kemampuan nyata. Proses pengembangan kemampuan potensial menjadi kemampuan nyata pada anak tidak berjalan dengan sendirinya, akan tetapi membutuhkan stimulasi dari lingkungan, yakni dalam bentuk intervensi pendidikan. Dalam pandangan psikologi pendidikan, dijelaskan bahwa perkembangan optimal pada individu memerlukan dua syarat utama, yakni kematangan (maturation) dan intervensi pendidikan yang sesuati dengan kapasitas, karakteristik, dan potensi anak. Dalam hal inilah, layanan pendidikan bagi anak-anak pra sekolah memiliki dasar pedagogis yang kuat. Tentunya pendidikan bagi anak pra sekolah perlu diberikan sesuai dengan fase-fase perkembangan. Kesalahan dalam pola pembelajaran di jenjang pra sekolah akan menghambat kelanjutan perkembangan anak di jenjang pendidikan selanjutnya.   Berdasarkan hal tersebut, maka guru memegang peran yang sangat sentral dalam seluruh proses belajar mengajar. Guru harus mampu mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar menjadi contoh yang efektif bagi diri siswa. Di samping itu guru dituntut pula untuk mampu menciptakan situasi belajar mengajar yang kondusif serta guru dituntut untuk mempu meningkatkan kualitas belajar para peserta didik (murid) dalam bentuk kegiatan belajar yang sedemikian rupa agar dapat menghasilkan pribadi yang mandiri, pelajar yang efektif, pekerja yang produktif, dan anggota masyarakat yang baik.
Dalam perkembangan selanjutnya, terkadang dalam usaha untuk meningkatkan kualitas belajar-mengajar melalui pendidikan yang ia usahakan, guru memperoleh berbagai hambatan yang tidak sedikit yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesulitan bagi anak didik itu sendiri untuk memperoleh apa yang mereka harapkan melalui pendidikan tersebut. Salah satu di antara hambatan tersebut adalah anak (siswa) tidak mau belajar di kelas, dan hanya ingin terus bermain di luar kelas. Kalaupun mau masuk kelas, ia selalu mengganggu dan mengajak temannya untuk bermain.

B.  Pembahasan Masalah dan Pemecahannya
            Dalam proses belajar mengajar, guru kadang menjumpai anak-anak didik terlihat  lesu atau bahkan tidak konsentrasi dalam belajar. Sehingga dampak yang paling buruk adalah anak-anak malah ngobrol sama temannya atau main seenaknya sendiri. Bahkan yang lebih parah lagi, anak tidak mau masuk kelas dan hanya ingin bermain-main di luar kelas. Mungkin setiap pengajar juga pernah mengalami hal demikian. Apa langkah guru selanjutnya apabila menjumpai anak didik terlihat bosan dan malas belajar, tetapi sebaliknya, ia sangat bersemangat untuk bermain?
            Ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh guru dengan kejadian seperti ini. Hal ini seperti ini seharusnya menjadi bahan pemikiran bagi guru sendiri, sehingga tujuan pendidikan bagi anak usia dini tidak terabaikan. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga dengan demikian perlu dipikirkan dan dikembangkan bagaimana agar pendidikan anak di dalam kelas tidak menjadikan anak kehilangan dunianya.
            Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar anak mau belajar di dalam kelas, sekaligus memperoleh dunianya ketika ia belajar. Di antara hal-hal tersebut yaitu:
1.   Metode belajar sambil bermain
            Mungkin kita sebagai guru terlalu banyak memberikan materi pelajaran yang terlalu serius. Untuk yang satu ini, semua pendidik anak usia dini pasti tahu. Menggunakan metode belajar sambil bermain adalah suatu hal yang mutlak untuk diterapkan. Misalnya mengajarkan penjumlahan dengan cara menghitung jumlah pintu di sekolah, jumlah kursi di kelas, dan masih banyak cara yang lain.
2.   Ubah posisi tempat duduk
            Anak-anak memang pribadi yang cepat bosan. Apalagi bila mereka duduk di tempat yang itu-itu saja. Kita sebagai guru bisa mengubah posisi tempat duduk tiap anak setiap minggu atau setiap dua minggu, supaya anak bisa akrab tidak hanya dengan teman yang itu-itu saja, malainkan dengan setiap anak. Kita juga bisa mengubah posisi tempat duduk. Tidak hanya melulu anak harus menghadap papan tulis, kadang kita juga bisa mengubah formasi tempat  duduk menjadi sebuah lingkaran dan kita mengajar di tengah, kadang hanya memakai karpet, dan masih banyak lagi.
3.   Adakan kegiatan outdoor
            Kegiatan outdoor ini tidak berarti hanya main-main di luar kelas. Alangkah lebih baik bila kita juga sudah menyiapkan sebuah materi pelajaran yang menarik untuk anak-anak. Misalnya cara menanam pohon ketela, cara menanam tanaman cabe, dan masih banyak lagi.
4.   Belajar sambil bernyanyi
            Kegiatan bernyanyi memang sangat diminati oleh anak-anak. Sebelum memulai memberikan materi, alangkah lebih baik bila kita mengajak anak-anak untuk bernyanyi terlebih dahulu. Lagu bisa berfungsi ganda, yaitu bisa membangkitkan mood anak-anak, dan sebagai reminder. Remider yang dimaksud adalah agar anak-anak bisa lebih mudah dalam menyerap materi ilmu yang akan kita berikan, dan agar anak-anak lebih mudah mengingat materi pelajaran yang telah kita berikan (setelah selesai mengajar, anak-anak menjadi lebih mudah mengingatnya kembali). Misalnya sebelum kita mengajarkan anak-anak materi pengenalan huruf, kita ajak anak-anak menyanyikan lagu ABC.
5.   Belajar sambil mendongeng
            Mendongeng tidak hanya berfungsi sebagai peningkat kecerdasan imajinasi anak, namun dengan mendongeng, ternyata kita juga bisa memberikan suatu materi pelajaran. Misalnya pada saat kita mendongeng tentang seekor bebek, kita bisa menyelipkan materi pelajaran pengenalan angka dengan cara membuat angka dua menjadi seekor bebek. Selagi anak-anak asyik mendengar cerita kita, anak-anak pun bisa belajar mengenal angka.
6.   Belajar sambil menari / bergerak
            Sambil menari pun kita bisa mengajar anak-anak, meskipun tidak setiap guru pandai menari, akan tetapi setidaknya dapat mencoba memberikan contoh. Misalnya dengan sebuah lagu Belajar Berhitung yang diiringi oleh tarian. Dengan lagu ini, anak-anak tidak hanya bisa menari atau bergerak, tapi juga bisa belajar berhitung lewat lagu tersebut.
7.   Menggambar / mewarnai sambil belajar
            Untuk yang satu ini, kita bisa mengajak anak-anak untuk menulis A sampai Z, di sebuah kertas gambar, lalu mendekorasi di bagian-bagaian yang kosong lalu mewarnainya. Atau bila anak-anak belum bisa menulis, kita bisa menyiapkan kopian gambar-gambar huruf, lalu meminta anak untuk mewarnainya, dan mendekorasi bagian kertas yang kosong.
8.   Menghafal kata sambil bertepuk tangan
            Dengan bertepuk tangan kita tidak hanya bisa meningkatkan kecerdasan motorik anak, namun juga bisa mentransfer ilmu. Misalnya dengan mengajak anak-anak untuk menyebutkan kata-kata dengan satu, dua, atau tiga suku kata. Lalu mengajak mereka untuk bertepuk tangan saat mengucapkannya. Misalnya: ru - mah, diucapkan dengan cara bertepuk tangan sebanyak dua kali seiring dengan suku kata yang diucapkan.
9.   Free Time
            Mungkin karena terlalu banyak kegitan yang kita buat untuk anak-anak, anak-anak menjadi malas belajar. Free Time atau waktu bebas juga sangat penting. Hal ini dilakukan agar anak-anak bisa merasa “bebas” dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk bereksplorasi secara bebas, dan mencegah ketegangan. Free time bisa dilakukan di dalam ruangan (bermain lego, balok, dll) ataupun di luar ruangan (main ayuanan, mobil-mobilan, dll).
10. Mengatasi  masalah kita sendiri
            Sadar atau tidak sadar, kadang hal yang membuat anak-anak menjadi bosan belajar adalah karena diri kita yang kurang bisa membawa anak-anak pada suasana belajar yang ceria. Kalau itu masalahnya, tentu lain soal lagi dan tentu saja lain solusinya. Dan untuk masalah seperti ini, kita sebagai guru harus mampu mengatasinya tanpa harus mengorbankan anak sebagai peserta didik.
            Langkah-langkah di atas merupakan sebagian langkah dari banyak langkah yang mungkin dapat diterapkan dalam pembelajaran, dalam upaya mengatasi permasalahan sulitnya anak diajak untuk belajar di dalam kelas dan hanya ingin bermain-main (di luar kelas).
            Permasalahan yang muncul di dalam kelas merupakan hal yang biasa terjadi, karena dengan permasalahan tersebut, guru dalam melakukan perbaikan dan inovasi dalam pembelajaran yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (1991). Ilmu Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Purwanto, Ngalim. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, Sumadi. (1971). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : CV. Rajawali.

Arikunto, Suharsimi. (1992). Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif. Jakarta : Rajawali.

Coughlin, et al. (1992). Menciptakan Kelas yang berpusat pada Anak. Terjemahan. Washington DC: Children’s Resources International,Inc.

Depdiknas. (2002). Acuan Menu Pembelajaran Pada Kelompok Bermain. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini.

Depdiknas. (2006). Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran (BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas.

Ibrahim, R & Syaodih. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Senin, 09 September 2019


AGRESIVITAS ANAK SEBAGAI SATU BENTUK KELAINAN DALAM PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK


A. Pengantar
Anak adalah tunas bangsa yang sangat berharga dan menjadi tumpuan harapan di masa depan. Melihat tunas-tunas itu tumbuh dengan baik, pastilah amat membahagiakan. Akan tetapi pada kenyataannya banyak ditemukan juga bahwa tidak semua hal berjalan sesuai dengan harapan dan rencana apalagi ketika mulai muncul berbagai perilaku yang tidak diharapkan. Bagi anak di TK kebutuhan sosial merupakan suatu syarat untuk pertumbuhan jiwa anak. Kebutuhan sosial ini tidak dapat terpenuhi sekedar mempersatukan anak yang sebaya dalam satu kelas untuk mcndengarkan uarian-uraian guru. Yang dibutuhkan oleh anak adalah seorang guru yang dapat mengerti dan menyayangi mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Apalagi pada anak yang bertingkah laku agresif. Sebagai figur seorang guru, diharapkan dapat membantu permasalahan mereka. Apabila perilaku agresif tidak segera ditangani dan tidak mendapat perhatian dari orang tua maupun pendidiknya, maka akan berpeluang besar menjadi perilaku atau kebiasaan yang menetap. Perilaku agresif yang dibiarkan begitu saja, pada saat remaja nanti akan menjadi perilaku khas kenakalan remaja. Dengan deemikian, perilaku agresif dari sejak anak berusia dini berpengaruh pada perkembangan-perkembangan anak selanjutnya. Untuk itulah dibutuhkan suatu penanganan secara dini terhadap anak-anak dengan perilaku agresif ini. Yaitu dengan adanya bimbingan konseling untuk anak. 

B.  Definisi Agresivitas
Agresivitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan marah, permusuhan, atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan fisik, verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan tubuh. Sri Maryati Deliana dan Rusda Koto Sutadi di dalam buku Permasalahan Anak TK, menyatakan tingkah laku agresif mulai tampak sejak usia dua tahun tetapi sampai usia lima tahun tingkah laku ini masih sering muncul.  Menurut Heri Widodo, tindakan agresi merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku agresif lebih menekan pada suatu yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dan secara sosial tidak dapat diterima. Istilah kekerasan (violence) dan agresif (agresion) memiliki makna yang hampir sama, sehingga sering kali dipertukarkan. Perilaku-perilaku agresif selalu dipahami sebagai kekerasan terhadap pihak yang dikenai perilaku tersebut. Pada dasarnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya.  Jadi bisa disimpulkan bahwa perilaku agresif (suka menyerang) ialah melakukan suatu tindakan kekerasan untuk melukai orang dalam kemarahannya. Bisa dilakukan dengan menendang atau memukul orang, mengatai atau memaki orang dengan kata-kata kasar, memfitnah, dan menggertak serta mengganggu orang lain. Pada umumnya, seorang anak tidak mungkin dengan sengaja ingin melukai orang lain, kalau bukan karena emosinya. 

C. Bentuk-Bentuk Agresivitas
Tingkah laku agresif secara umum terdiri dari dua macam, yaitu agresif fisik dan agresif verbal. Agresif fisik misalnya mendorong, memukul, menggigit, menendang, merusak, dan sebagainya. Agresif verbal misalnya dengan cara mencaci, mengejek, menggoda, membantah, menakuti, memperolok teman, dan sebagainya.  Buss dan Perry  menambahkan dua bentuk agresivitas, yakni kemarahan dan kebencian. Agresi yang umumnya terjadi pada usia anak TK adalah Hostile Aggression yaitu agresi yang ditujukan kepada orang lain akibat kesal atau marah kepada seseorang. Sebenarnya, tingkah laku agresif ini adalah reaksi yang normal pada anak-anak, meskipun tidak semua anak menunjukkannya. Tingkah laku ini muncul sebagai reaksi anak terhadap rangsangan yang ia terima dari luar, tujuannya adalah untuk melindungi dirinya agar ia merasa aman. Akan tetapi jika pola perilaku ini menetap dan dilakukan secara berlebihan, maka bisa berpotensi menjadi masalah serius yang harus segera diatasi. 

D. Penyebab Perilaku Agresif
Secara umum tingkah laku agresif sebabkan oleh dua hal, yaitu faktor dari dalam (internal) dan dari luar diri anak (eksternal). Dari dalam diri anak, tingkah laku agresif muncul sebagai insting pertahanan diri yang normal. Jika anak merasa mendapatkan hambatan untuk memuaskan keinginannya, maka ia bisa frustasi. Rasa frustasi inilah yang kemudian menimbulkan dorongan agresif yang ditunjukkan dengan perilaku menyerang atau memberontak.  Faktor dari luar diri anak, tingkah laku agresif didapat karena anak mencontoh dari lingkungan sekitarnya (film kekerasan di televisi, orang tua atau saudara yang bertengkar, teman yang berkelahi, dan sebagainya). Anak akan mudah menyerap apa yang ia lihat, dan secara tidak langsung mempelajari tingkah laku agresif dari sekitarnya.

E. Treatment dan Layanan Yang Diberikan
Agresivitas dapat disebabkan dari lingkungan disekitar anak. Menangani agresivitas perlu dilakukan sedini mungkin. Jika agresivitas menjadi perilaku yang bertahan sampai remaja, maka penanganannya akan menjadi lebih sulit karena semakin banyak faktor yang mempengaruhinya. Tugas guru adalah melatih anak untuk mengontrol diri dan tidak mengembangkan agresivitasnya. Berikut adalah beberapa treatment / layanan yang diberikan dalam menangani kasus ini : 
a.   Mengingatkan orang tuanya agar tidak terlalu memanjakan anak;
b.   Mengingatkan orang tua untuk tidak membiarkan anak menonton acara-acara televisi yang menampilkan tindak kekerasan;
c.   Segera memisahkan ketika anak melakukan tindakan agresi kepada temannya. 
d.   Memberikan teladan pada anak dan dengan tidak pernah bertengkar ataupun marah pada anak ataupun orang lain;
e.   Mengajarkan anak untuk mau menghargai, menyayangi, dan saling menolong dengan teman-temannya;
f.    Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan keinginan dan kekuatan dengan cara tertentu, yakni kegiatan yang dapat mengurangi frustasi seperti misalnya mengajak anak menggambar, bernyanyi dan sebagainya;
g.   Menghindari menghukum anak secara fisik seperti misalnya dipukul. Dengan menghukum anak secara fisik justru mengajarkan kepada anak bagaimana melampiaskan agresi dan hukuman tersebut akan ditiru untuk dilakukan pada orang lain. 
h.   Mengajari anak tentang pemecahan masalah tanpa kekerasan fisik dengan metode mendongeng dan bermain peran.   

F. Hasil Treatment dan Layanan
Mengatasi perilaku agresif anak membutuhkan kesabaran dan kedisiplinan serta proses yang tidak sebentar. Dari serangkaian treatment / bimbingan yang diberikan, anak sudah menunjukkan suatu perubahan positif, meskipun memang kadang-kadang masih menunjukkan perilaku agresif tetapi sudah jauh berkurang frekwensinya. Dari hasil pengamatan selama melakukan bimbingan diperoleh hasil :
    Dalam banyak kesempatan anak sudah mampu mengendalikan emosinya dan sudah jarang berbuat agresif kepada temannya;
    Anak sudah jarang merebut mainan dari temannya yang lain;

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Anak Laki-Laki Lebih Emosional? http://www.e-smartschool.com/  uot/UOT0010064.asp.htm  

Anonim. 29 Oktober 2003. Mengatasi Tingkah Laku Agresif Pada Anak. http://pepak.sabda.org/pustaka/PEPAK_Pustaka_ Mengatasi Tingkah Laku Agresif pada Anak.htm  

Anonim. 29 Oktober 2003. Anak Agresif. http://pepak.sabda.org/pustaka/    PEPAK _ Pustaka _ Anak Agresif.htm  

Anonim. Anak Agresif, Normalkah? http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/  cyberwoman/detail.aspx.htm   

Eka. 8 November 2007. Perilaku Agresif Pada Anak http://permataiman.org/  Ahlan_wa_Sahlan Permata_Iman_Kelompok_Bermain&Taman_Kanak_Kanak_Is  lam.htm   

Hilman Hilmansyah. Jangan Memukul Dong, Sayang! http://www.tabloid-nakita.com/  artikel.php3.htm


Singgih D. Gunarsa, Dra. 1978. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Teddy Hidayat, dr., Sp.K.J. 1 Agustus 2007. Pola Asuh Mencegah Anak Agresif. http://keluargabahagia.epajak.org/blog/pola-asuh-mencegah-anak-agresif-51   

WAWASAN NUSANTARA

Sabtu, 07 September 2019


WAWASAN NUSANTARA DAN INTEGRASI NASIONAL


A.  Pendahuluan
            Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
            Sebagaimana kita ketahui indonesia merupakan negara kepulauan, dengan bermacam macam adat istiadat, budaya, agama bahkan bahasa. Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah menjadikan Indonesia sebagai negara yang cukup dipandang di mata dunia. Dengan demikian kita dituntut turut berperan aktif untuk menjaga, membela dan berjuang demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Pada saat ini banyak cara yang kita bisa lakukan untuk mengisi kemerdekaan diantaranya dengan belajar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan belajar, diharapkan kita dapat mengetahui banyak hal tentang negara kita. Baik itu tentang sejarah, ekonomi bahkan pengetahuan umum yang semakin hari terus berkembang. Dengan belajar diharapkan kita dapat membaca dan mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan sehingga kita dapat memperkaya wawasan dan selanjutnya dapat meningkatkan pengetahuan kita di segala bidang, guna memperluas wawasan kita tentang keadaan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan datang.

B.  Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Menurut Prof. Dr. Wan Usman, Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepuluan dengan semua aspek kehidupan yang bervariasi.
Sementara itu, pengertian wawasan nusantara berdasarkan Kelompok Kerja Lembaga Pertahanan Nasional tahun 1999, bahwa wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang bervariasi dan memiliki nilai bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk memperoleh tujuan nasional.
            Berdasarkan TAP MPR tahun 1993 dan tahun 1998 tentang Garis Besar Haluan Negara, pengertian wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesai terhadap diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam pelaksanaan penyelenggaraan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menggapai tujuan nasional.
Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesai adalah ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat Indonesia agar tidak terjadi penyimpangan dan penyesatan dalam perjuangan menggapai dan mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional. Oleh karena itu, wawasan nusantara menjadi landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan nasional.
Dalam Paradigma Nasional, kedudukan atau stratifikasi wawasan nusantara dapat anda lihat dibawah ini:
·         Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil
·         Undang undang dasar 1945 (UUD) sebagai landasan konstitusi negara berkedudukan sebagai landasan konstitusional
·         Wawasan nusantara sebagai visi nasional berkedudukan sebagai landasan visional.
·         Ketahanan Nasional sebagai konsepsi nasional berkedudukan sebagai landasan konsepsional
·         GBHN sebagai politik dan strategi nasional atau kebijakan dasar nasional berkedudukan sebagai landasan operasional
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, dorongan, motivasi, serta rambu-rambu dalam penentuan segala kebijaksanaan (kebijakan), tindakan, perbuatan dan keputusan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Wawasan nusantara bertujuan mewujudukan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentikan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, suku bangsa, daerah, dan golongan. Ini bukanlah berarti menghilangkan kepentingan kepentingan individu, kelompok, suku bangsa, ataupun daerah. Kepentingan kepentingan tersebut akan selalu dihormati, diakui dan dipenuhi selama tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat banyak atau kepentingan nasional. Nasionalisme yang tinggi di berbagai bidang atau segi kehidupan demi terwujudnya tujuan nasional tersebut adalah pancaran dari makin bertambahnya rasa, semangat dan paham kebangsaan dalam jiwa bangsa Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.
Asas wawasan nusantara merupakan ketentuan ketentuan atau kaidah kaidah dasar yang harus diciptakan, dipatuhi, dipelihara, dan ditaati agar tetap taat dan setianya komponen pembentuk bangsa Indonesai terhadap kesepakatan bersama. Pengabaian terhadap asas wawasan Nusantara akan berakibat terjadinya pelanggaran terhadap kesepakatan bersama yang akan menimbulkan perpecahan, tercerai berainya bhineka dari tiap bagian dari bangsa dan negara Indonesai. Oleh karena itu asas wawasan nusantara tidak boleh diabaikan.
Asas wawasan nusantara terdiri atas : Kepentinga yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerja sama, dan kesetiaan. Hal ini seluruhnya merupakan asas wawasan nusantara yang betul betul harus dilaksanakan demi terjaganya kesatuan dalam kebhinekaan.
Wawasan Nusantara merupakan cara pandang serta visi nasional Indonesia sehingga haruslah dipergunakan sebagai arahan, acuan, pedoman dan tuntutan bagi seluruh individu bangsa Indonesia dalam memeliharan dan membangun tuntutan bangsa dan NKRI. oleh karena itu, penerapan, pelaksanaan atau implementasi wawasan nusantara harus tercermin pada pola sikap, dan tindak yang selalu dan senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan NKRI daripada kepentingan kelompok apalagi kepentingan pribadi.
Penerapan atau implementasi  wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh yaitu dalam hal hal berikut ini:
1.   Penerapan atau implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggara negara yang sehat dan dinamis, hal tersebut tampak dari wujud pemerintahan yang kuat, aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
2.   Implementasi atau penerapan wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Disamping itu, penerapan wawasan nusantara mencerminkan tanggungjawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan dan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
3.      Penerapan Wawasan nusantara dalam segi kehidupan sosial. Hal tersebut akan menciptakan sikap lahiriah dan batiniah yang menghormati, menerima dan mengakui segala bentuk kebhinekaan atau perbedaan sebagai karunia sang Pencipta.
4. Penerapan wawasan nusantara dalam sendi kehidupan pertahanan dan keamanan akan menumbuhkembangkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada setiap warga negara Indonesia. 

C.  Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Secara konstitusional, wawasan nusantara dikukuhkan dengan Kepres MPR No.IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan Negara Bab II Sub E. Pokok-pokok wawasan nusantara dinyatakan sebagai wawasan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional adalah wawasan nusantara yang mencakup hal-hal berikut ini:
Pertama, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik memiliki arti bahwa :
(i)           Kebutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
(ii)       Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa daerah, memeluk berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti seluas-luasnya.
(iii)    Secara psikologis bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, dan memiliki satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
(iv)    Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
(v)     Seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan hukum yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Kedua, perwujudan kepulauan nusantara sebagai kesatuan sosial dan budaya memiliki arti bahwa :
(i)      Masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
(ii)     Budaya Indonesia hakikatnya adalah satu,  sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.
Ketiga, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi memiliki arti bahwa :
(i)      Kekayaan wilayah nusantara baik potensiap maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah.
(ii)     Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya.
Keempat, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan memiliki arti bahwa :
(i)      Ancaman terhadap satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan negara.
(ii)     Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan negara.

D.  Wawasan Nusantara dan Integrasi Wilayah
Wawasan nusantara sebagai “cara pandang” bangsa Indonesia yang melihat Indonesia sebagai kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam merupakan landasan dan dasar bagi bangsa Indonesia dalam menyelesaikan segala masalah dan hekikat ancaman yang timbul baik dari luar maupun dari dalam segala aspek kehidupan bangsa. Sebagai landasan kerja bagi penyelenggaraan dan pembinaaan hidup kebangsaan serta hidup kenegaraan perlu didasari oleh GBHN sebagai produk MPR (pasal 3 UUD 1945) dan APBN sebagai produk legislatif dan eksekutif (pasal 23 ayat 1 UUD 1945). Salah satu manfaat yang paling nyata dari penerapan wawasan nusantara adalah di bidang politik, khususnya di bidang wilayah. Dengan diterimanya konsepsi wawasan nusantara  (Konsepsi Deklarasi Juanda) di forum internasional terjaminlah integrasi teritorial kita, yaitu “Laut Nusantara, yang semula dianggap laut bebas” menjadi bagian integral wilayah Indosia. Di samping itu pengakuan landas kontinen Indonesia dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) menghasilkan pertumbuhan wilayah Indonesia yang cukup besar, sehingga menghasilkan luas wilayah Indonesia yang semula nomor 17 di asia menjadi nomor 17 di dunia.
Pertambahan luas ruang hidup tersebut di atas menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar bagi kesejahteraan bangsa, mengingat bahwa minyak, gas bumi, dan mineral lainnya banyak yang berada di dasar laut, baik di lepas pantai (off shore) maupun di laut dalam. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional, termasuk tentangga dekat kita, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, India, Australia, dan Papua Nugini yang dinyatakan dengan persetujuan yang menyangkut laut teritorial maupun landas kontinen. Persetujuan tersebut dapat dicapai karena Indonesia dapat memberikan akomodasi kepada kepentingan negara-negara tetangga antara lain bidang perikanan (traditional fishing right) dan hak lintas dari Malaysia Barat ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
Penerapan wawasan nusantara di bidang komunikasi dan transportasi dapat dilihat dengan adanya satelit Palapa dan Microwave System serta adanya lapangan terbang perintis dan pelayaran perintis. Dengan adanya proyek tersebut laut dan hutan tidak lagi menjadi hambatan yang besar sehingga lalu lintas perdagangan dan integrasi budaya dapat lancar jalannya. Penerapan wawasan nusantara di bidang ekonomi juga lebih dapat dijamin mengingat kekayaan alam yang ada lebih bisa dieksploitasi dan dinikmati serta pemerataannya dapat dilakukan karena sarana dan prasarana menjadi lebih baik. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat dari dilanjutkannya kebijakan menjadikan bangsa Indonesia yang bhineka tunggal ika, sebangsa, setanah air, senasib sepenanggung, dan berasaskan Pancasila. Tingkat kemajuan yang sama merata dan seimbang terlihat dari tersedianya sekolah di seluruh tanah air dan adanya universitas negeri di setiap provinsi.

E.  Politik Perbatasan Dalam Konteks Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara dalam konteks keutuhan kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dikonstruksikan sebagai cara pandang terhadap Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh, menyeluruh, mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Wawasan Nusantara dalam konteks keutuhan wilayah NKRI merupakan sikap politik bangsa Indonesia untuk merajut kembali eksistensinya sebagai archipelagic state (negara kepulauan) setelah didekonstruksi oleh kolonialis Eropa.
Sebelum kedatangan kolonialis Eropa, Nusantara merupakan bangsa berdaulat yang membentang antara lautan Hindia-Pasifik dan benua Asia-Australia. Keberadaan lautan bukan menjadi faktor pemisah akan tetapi justru merupakan sarana pemersatu suku bangsa antar pulau yang ada diwilayah Nusantara maupun dengan bangsa-bangsa yang berada di luarnya. Keutuhan kedaulatan wilayah Nusantara terbelah-belah setelah diberlakukan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie1939 (Staatsblad 1939 No.422) atau dikenal dengan Ordonantie 1939, sebagai hukum laut yang keberadaanya diakui secara internasional pada waktu itu. Ordonantie 1939 menetapkan jarak teritorial laut bagi tiap-tiap pulau (termasuk Nusantara) sejauh tiga mil, sehingga menciptakan zona-zona (kantong-kantong) kedaulatan bebas di tengah-tengah wilayah lautan Nusantara.
Keberadaan Ordonantie 1939 masih berlaku efektif hingga lebih dari satu dekade sejak Indonesia merdeka. Untuk mengembalikan keutuhan kedaulatan wilayah, Kabinet Djuanda mengeluarkan deklarasi yang isinya menetapkan pemberlakuan Archipelagic State Principle (prinsip atau azas negara kepulauan) dalam tata hukum Indonesia. Berdasarkan deklarasi tersebut, batas teritorial laut Indonesia diperlebar menjadi 12 mil (sebelumnya 3 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau dari wilayah Indonesia pada saat air laut surut (asas straight base line atau asas from point to poin).
Upaya kabinet Djuanda mewujudkan archipelagic state (negara kepulauan) dilanjutkan pemerintahan Presiden Soeharto dengan memasukkan rumusan konsep Wawasan Nusantara kedalam GBHN pada tahun 1973. Tahun 1980 Pemerintahan Indonesia mendeklarasikan klaimnya atas Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) sejauh 200 mil dari bibir pantai yang dikukuhkan melalui UU No. 5 Tahun 1983. Perjuangan Indonesia pada forum internasional membuahkan pengakuan dalam forum konvensi hukum laut PBB (United Nations Convention On The Law of The Sea/ UNCLOS), pada tahun 1982 di Montego Bay. Konvensi mengakui Indonesia sebagai archipelagic state dengan batas kedaulatan wilayah sejauh 12 mil, diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau dari wilayah Indonesia pada saat air laut surut. Pengakuan lembaga internasional tersebut kemudian diratifikasi oleh pemerintahan Presiden Soeharto melalui UU No.17 Tahun 1985.
Kebijakan politik untuk mengamankan wilayah perbatasan belum seperti diharapkan, hal ini terbutkti banyak walayah yang tidak dirurus oleh Jakarta sehingga diklaim oleh negara tentangga seperti  diungkapkan oleh Siswono (2005: 4) “Tahun-tahun ini kita dirisaukan  oleh berita tentang rapuhnya batas-batas wilayah  NKRI. Setelah Pulau Pasir di Wilayah Timor diakui milik Australia dan kita menerimanya, Sipadan dan Ligitan diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia, tapal batas di Kalimantan  digeser hingga 800 meter, pekerja pembuat Mercusuar di Ambalat diintimidasi polisi perairan Malaysia.  Lalu lintas  batas yang bebas, nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan hingga merapat ke pantai-pantai Sumatra (pulau-pulau Rondo di Aceh dan Sekatung di Riau). Semua itu menunjukkan betapa  lemahnya negara kita dalam menjaga  batas luar wilayah NKRI” (Kompas, 20 April 2005: 4).
Pada tahun 2002 terpampang di surat kabar kapal ikan asing yang meledak terbakar  ditembak oleh kapal perang kita. Mengingat setiap hari ribuan kapal asing mencuri ikan di  wilayah RI  ada baiknya jika setiap bulan 10 kapal pencuri ikan ditembak meriam kapal patroli AL, agar jera. Jikalau yang terjadi penyelesaian damai di laut, maka  pencurian ikan akan semakin hebat, dan penghormatan bangsa dan negara lain  akan merosot.
Potensi desharmoni dengan negara tetangga adalah masalah perbatasan, tentu tidak nyaman jika diperbatasan selalu tegang. Oleh  karena itu perlu penegasan batas wilayah  agar saling menghormati wilayah masing-masing negara. Suasana yang harmonis adalah kebutuhan hidup bertetanngga  dengan bangsa lain.
Kondisi disepanjang  perbatasan  Kalimantan dengan kehidupan  seberang perbatasan yang lebih makmur dapat mengurangi kebanggaan warga di perbatasan  pada negara kita. Pulau-pulau di Kepulauan Riau yang ekonominya lebih berorientasi ke Singapura dengan menerima dolar Singapura sebagai alat pembayaran juga dapat merapuhkan rasa kebangsaan Indonesia pada para penghuni pulau tersebut. Perekonomian di Pulau Mianggas dan Pulau Marampit  lebih berorientasi ke Filipina Selatan  akan melemahkan semangat kebangsaan warganya.
Pengelolaan wilayah perbatasan perlu segera ditingkatkan dengan membentuk  “Kementriaan  Perbatasan”  yang mengelola  kehidupan masyarakat perbatasan agar lebih makmur dan mendapat kemudahan agar dapat mengakses ke daerah lain di wilayah NKRI.  Wilayah NKRI perlu dijaga dengan penegasan secara defakto dengan  menghadirkan penguasa local  seperti lurah, camat seperti polisi dan tentara sebagai simbul kedaulatan negara.  Meskipun memiliki ribuan pulau tetapi tidak boleh meremehkan eksistensi salah satu pulau atau perairan yang sekecil apapun  pulau atau daratan, dan bila itu wilayah NKRI perlu dipertahankan dengan jiwa dan raga  seluruh bangsa ini.
Kasus Ambalat;  Bermula dengan lepasnya Timor Timur  1999, kemudian  kekalahan diplomasi kita di Mahkamah Internasional dengan kasus  Sipadan dan Ligitan, 2002 sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliki Malaysia. Lepasnya kedua pulau Sipadan dan Ligitan dengan waktu reltif singkat membuat rakyat Indonesia menjadi trauma akan lepasnya blok Ambalat yang  kaya minyak ke tangan Malaysia. Kontruksi bangunan teritorial kita dilihat dari kepentingan nasional  begitu rapuh dalam beberapa tahun terakhir ini. Sengketa dua blok wilayah Malaysia dan Indonesia kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah mereka. Malaysia memberi  nama  Wilayah  ND6 dan ND7 dan Indonesia memberi nama blok Ambalat dan Ambalat Timur (Rusman Ghazali, Kompas, 28 April 2005; 4).
Menurut Prof. Azmi Hasan, ahli strategi politik Malaysia, bantahan Indonesia sudah diatisipasi bahkan pemerintah Malaysia sudah menyiapkan segala bantahan sengketa Ambalat. Pemerintahan Malaysia tidak meragukan lagi kesahihan kepemilikan  atas klaim ND6 dan ND7  sebagai bagian meilikinya  atas dasar peta pantas benua 1979. Malaysia melakukan bantahan atas konsesei ekplorasi minyak yang diberikan kepada perusahaan  ENI dan Unicoal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan hanya itu, dalam tulisannya  Prof. Azmi membuat kalkulasi atas kekuatan militer Indonesia  jika harus berhadapan dengan kekuatan militer Malaysia. Bahwa TNI tidak berada dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS  sejak beberapa tahun yang lalu.  Sebagai contoh hanya 40% Jet tempur yang dimiliki TNI AU tidak dapat digunakan, karena ketiadaan suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan  secara penuh.  Jet Sukoiw yang dimiliki Indonesia  hanya mempunyai kemampuam radar, tanpa dibantu  kelengkapan persenjataan yang  lebih canggih lainnya. Pendek kata  bahwa dalam sengketa ini kekuatan militer TNI juga telah diperhitungkan kekuatannya oleh para ahli strategi di Malaysia sebagai refrensi pemerintah Malaysia dalam menentukan sikap terhadap sengketa di wilayah Ambalat  (Rusman Gazali, 2005: 4).

F.   Wawasan Nusantara dan Integrasi Nasional
Dalam usaha mencapai tujuan nasional masih banyak yang mempunyai pandangan berbeda atau persepsi berbeda. Untuk itu pemerintah Indonesia telah mempunyai rumusan dalam konsep pandangan nasional yang komprehensif dan integral dalam bentuk wawasan nusantara. Wawasan ini akan memberikan konsepsi yang sama pada peserta didik tentang visi ke depan bangsa Indonesia untuk menciptakan kesatuan dan persatuan, sehingga akan menghasilkan integrasi nasional.
Secara teoretis integrasi dapat dilukiskan sebagai pemilikan perasaan keterikatan pada suatu pranata dalam suatu lingkup teritorial guna memenuhi harapan-harapan yang bergantung secara damai di antara penduduk. Secara etimologis, integrasi berasal dari kata integrate, yang artinya memberi tempat bagi suatu unsur demi suatu keseluruhan. Kata bendanya integritas berarti utuh. Oleh karena itu, pengertian integrasi adalah membuat unsur-unsurnya menjadi satu kesatuan dan utuh. Integrasi berarti menggabungkan seluruh bagian menjadi sebuah keseluruhan dan tiap-tiap bagian diberi tempat, sehingga membentuk kesatuan yang harmonis dalam kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) yang bersemboyankan “Bhineka Tunggal Ika”. Integrasi nasional merupakan hal yang didambakan yang dapat mengatasi perbedaan suku, antargolongan, ras, dan agama (SARA). Kebhinekaan ini merupakan aset bangsa Indonesia jika diterima secara ikhlas untuk saling menerima dan menghormati dalam wadah NKRI.
Menurut Sartono Kartodirdjo, integrasi nasional berawal dari integrasi teritorial dan merupakan integrasi geopolitik yang dibentuk oleh transportasi, navigasi, dan perdagangan, sehingga tercipta komunikasi ekonomi, sosial, politik, kultural yang semakin luas dan intensif. Pada masa prasejarah telah terbentuk jaringan navigasi yang kemudian berkembang dan sampai puncaknya pada masa Sriwijaya dan Majapahit serta yang pada zaman Hindia Belanda diintesifkan melalui ekspedisi militer. Pada masa NKRI diperkokoh dengan adanya sistem administrasi yang sentralistik melalui sistem idukasi, militer, dan komunikasi (Sartono Kartodirdjo, 1993: 85).
Menurut Drake integrasi nasional adalah suatu konsep yang multidimensional, kompleks, dan dinamis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam integrasi nasional antara lain sebagai berikut. Pertama, pengalaman historis yang tampil sebagai kekuasaan yang kohesif, berawal dari penderitaan yang menjadi bagian warisan bersama sebuah negara. Kedua, atribut sosio-kultural bersama seperti bahasa, bendera, bangsa yang membedakan dengan bangsa lain dan yang memungkinkan WNI memiliki rasa persatuan. Ketiga, interaksi berbagai pihak di dalam negara kebangsaan dan adanya interdependensi ekonomi regional (Flip Litay, 1997; 10).
Masyarakat Indonesia sangat heterogin dan pluralistis. Oleh karena itu, bagi integrasi sosial budaya unsur-unsurnya memerlukan nilai-nilai sebagai orientasi tujuan kolektif bagi interaksi antarunsur. Dalam hubungan ini ideologi bangsa, nilai nasionalisme, kebudayaan nasional mempunyai fungsi strategis. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat menggantikan nilai-nilai tradisonal dan primodial yang tidak relevan dengan masyarakat baru. Dengan demikian nilai nasionalisme memiliki nilai ganda, yaitu selain meningkatkan integrasi nasional, juga berfungsi menanggulangi dampak kapitalisme dan globalisasi serta dapat mengatasi segala hambatan ikatan primordial.
Apabila dipikirkan antara integrasi dan nasionalisme saling terkait. Integrasi memberi sumbangan terhadap nasionalisme dan nasionalisme mendukung integrasi nasional. Oleh karena itu, integrasi nasional harus terus dibina dan diperkuat dari waktu ke waktu. Kelalaian terhadap pembinaan integrasi dapat menimbulkan konflik dan disintegrasi bangsa. Sebagai contoh, keinginan berpisah dari NKRI oleh sebagian masyarakat Papua, Aceh, dan Maluku karena selama puluhan tahun mereka hanya sebagai objek dan bukan subjek. Mereka hanya mendapat janji-janji kesejahteraan tanpa bukti dan menentang ketidakadilan di segala bidang. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah pusat dapat mengakomodasikan setiap isu yang timbul di daerah.
Integrasi nasional biasanya dikaitkan dengan pembangunan nasional karena masyarakat Indonesia yang majemuk sangat diperlukan untuk memupuk rasa kesatuan dan persatuan agar pembangunan nasional tidak terkendala. Dalam hal ini kata-kata kunci yang harus diperhatikan adalah mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis dan saling membantu atau dalam koridor lintas SARA. Integrasi mengingatkan adanya kekuatan yang menggerakkan setiap individu untuk hidup bersama sebagai bangsa. Dengan integrasi yang tangguh yang tercermin dari rasa cinta, bangga, hormat, dan loyal kepada negara, cita-cita nasionalisme dapat terwujud.
Dalam integrasi nasional masyarakat termotivasi untuk loyal kepada negara dan bangsa. Dalam integrasi terkandung cita-cita untuk menyatukan rakyat mengatasi SARA melalui pembangunan integral. Integrasi nasional yang solid akan memperlancar pembangunan nasional dan pembangunan yang berhasil akan memberikan dampak positip terhadap negara dan bangsa sebagai perwujudan nasionalisme. Dengan berhasilnya pembangunan sebagai wujud nasionalisme, konflik-konflik yang mengarah kepada perpecahan atau disintegrasi dapat diatasi karena integrasi nasional memerlukan kesadaran untuk hidup bersama dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis. Negara dan bangsa sebagai institusi yang diakui, didukung, dan dibela oleh rakyat diharapkan mampu mengakomodasikan seluruh kepentingan masyarakat dan memperjuangkan nasip seluruh warga bangsa.
Dalam mengatasi isu-isu disintegrasi, pemerintah perlu melegalkan tuntutan mereka sejauh masih dalam koridor NKRI. Seluruh warga bangsa perlu berempati pada masyarakat Papua, Aceh, dan Maluku. Perlu dimengerti bahwa masyarakat Papua adalah Indonesia yang di dalamnya terdiri dari banyak etnis, sebab tanpa Aceh dan Papua Indonesia bukan “Indonesia Raya” lagi. Dengan menaruh rasa empati kepada mereka, serta disertai tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat yang menginginkan untuk berpisah tersebut dapat menyadari bahwa mereka dan “kita” adalah satu untuk mewujudkan kepentingan bersama, kemakmuran bersama, rasa keadilan bersama, dalam wadah NKRI. Namun bila isu-isu tidak pernah ditanggapi dan justru dengan pendekatan keamanan (militer), hal ini akan menimbulkan kesulitan di masa yang akan datang. Tututan yang wajar perlu diakomodasikan sehingga mungkin dapat meredakan keinginan berpisah dari NKRI. Perlu dicatat bahwa pemerintah RI harus meningkatkan kesejahteraan seluruh warga bangsa karena hal ini merupakan kunci terciptanya integrasi nasional demi terwujudnya cia-cita nasionalisme.
Dalam usaha mencapai tujuan nasional, masih banyak yang memiliki pandangan berbeda. Untuk itu pemerintah telah merumuskan pandangan nasional yang komperhensif dan integral yang dikenal dengan wawasan nusantara. Wawasan ini akan memberikan konsepsi yang sama kepada peserta didik tentang visi ke depan bangsa Indonesia untuk menciptakan kesatuan dan persatuan secara utuh, sehingga dapat mewujudkan integrasi nasional. Adanya nilai-nilai nasionalisme, khususnya nilai kesatuan, sangat mendukung terwujudnya integrasi nasional. Dengan demikian nilai-nilai wawasan nusantara, kususnya nilai kesatuan, yaitu kesatuan IPOLEKSOSBUD-HANKAM sangat mendukung adanya integrasi nasional.

DAFTAR PUSTAKA


Adi Sumardiman, dkk.  1982. Wawasan Nusantara, Jakarta: Yayasan Harapan Nusantara.

Chaidir Basrie, 2002. Pemantapan Wawasan Nusantara Menuju Ketahanan Nasional. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. 

Dimyati, M. 1972. Hukum Laut Internasional. Jakarta: Penerbit Bharat  Karya Aksara.

Ermaya Suradinata, dkk. 2001. Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional. Jakarta: Paradigma Cipta Tatrigama.

Filip Litay. 1997. Integrasi Nasional. Jakarta.

Hasyim Djalal. 2000. Masa Depan  Indonesia  Sebagai Negara Kesatuan Ditinjau Dari  Segi Hukum Latu dan Kelautan. Tanpa Kota Penerbit dan Penerbit.

_____________.2002. Konsepsi Wawasan  Nusantara  Rumusan  Setjen Wanhankamnas, Jakarta: Dirjendikti Depdiknas.  

Lemhanas. 1995. Wawasan Nusantara. Jakarta: Penerbit Ismujati.

John Piaris. 1988. Strategi Kelautan Dalam  Perspektif Pembangunan Nasional.  Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan.
.
Munanjat Danusaputro, S.t. 1983.  Wawasan Dalam Hukum Laut PBB. Bandung: Penerbit Alumni.
_____________________.  1982. Indrajaya Seroja Dharma Mahasi  Indonesia Raya Dalam Jelang Silang Dunia,  Jakarta: Penerbit Binacipta.

Sartono Kartodirdjo. 1993.  Integrasi Nasional,:  Yogyakarta, UGM.

Sobana, An. 2002. Wawasan Nusantara.  Jakarta: Dikti Depdiknas.

Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan,  PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suwarsono, 1981. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Penerbit Hakcipta, tanpa kota Penerbit.

UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia

UU No. 5 Tahun 1983. Tentang Zone Ekonomi.

POLA PENGAJARAN MEMBACA ANAK KELAS BAWAH

Jumat, 06 September 2019


PENGGUNAAN METODE BUNYI UNTUK MENGANTISIPASI SISWA DALAM MEMBACA PERMULAAN DI KELAS I


A.  Latar Belakang
            Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan penyelenggaraannya diatur dengan undang-undang.
            Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
            Pendidikan dasar merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang kritis. Pendidikan dasar dilaksanakan untuk mewujudkan suatu masyarakat Indonesia yang terdidik minimal memiliki kemampuan dan keterampilan dasar yang esensial. Dengan kemampuan dasar diharapkan para lulusan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan dijadikan bekal untuk menjalani kehidupan di masyarakat.
1
 
            Pendidikan dasar adalah salah satu jenjang pendidikan yang keberadaannya merupakan pokok dari jenjang-jenjang pendidikan formal. Sebagai salah satu bentuk pendidikan dasar, sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling urgen dan mempunyai fungsi, yaitu :
      Pertama, melalui sekolah dasar anak didik dibekali kemampuan dasar, yakni kemampuan dasar yang mebuatnya mahir membaca, dalam pengertian mampu berpikir kritis dan imajinatif yang diterapkan dalam modus “menulis” maupun “membaca” yang merupakan kemampuan tuntutan.
      Kedua, sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang memberikan dasar-dasar untuk mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya. Hal ini berarti bahwa pendidikan di sekolah dasar merupakan dasar dari semua pendidikan, keberhasilan anak didik mengikuti pendidikan di sekolah dasar menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar (Sidi Djati Indra, 2002 : 79)

            Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 dikemukakan bahwa pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan memiliki tujuan untuk memberikan bekal bagi peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
            Menurut Surat Keputusan Mendiknas RI Nomor 053/U/2001 bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar adalah agar siswa memiliki kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke SLTP, serta memiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur.
            Berdasarkan pengalaman di lapangan, bahwa melalui membaca kita akan banyak tahu hal-hal apa yang terdapat pada banyak bahan bacaan. Pepatah mengatakan ”Buku gudangnya ilmu dan membaca adalah kunci pembukanya”. Membaca sangat penting bagi kehidupan dan peradaban manusia, karena membaca dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan berkomunikasi, berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat.
            Penerapan konsep belajar membaca di kelas I pada awal Semester I adalah membaca permulaan, yaitu dimulai dengan pengenalan huruf demi huruf secara alfabet, dari huruf vokal yaitu a, i, u, e, dan o yang kemudian dirangkaikan dengan huruf-huruf konsonan (huruf mati) sehingga menjadi sebuah kata yang berarti. Hal ini dilakukan oleh guru secara bertahap dan berkala, sehingga diharapkan siswa mengenal dan mampu membaca semua huruf pada akhir semester 1.
            Metode bunyi ialah metode pengajaran yang menyajikan bahan pelajaran bahasa dengan menampilkan huruf-huruf. Untuk huruf konsonan dibantu dengan huruf pepet di depan atau di belakangnya. Misalnya huruf ”b” dibada ”eb” atau ”be”, huruf ’d’ dibaca ’ed’ atau ’de’. Metode ini disebut juga dengan metode eja.
            Metode ini akan membantu siswa merangkaikan huruf menjadi suku kata dan merangkaikan susunan huruf menjadi kata.
        Namun pada kenyataannya tidak semua siswa mampu mengenal semua huruf-huruf yang diajarkan oleh guru, bahkan lebih dari itu, masih banyak siswa yang belum mampu merangkaikan huruf menjadi suku kata dan merangkaikan suku kata menjadi kata. Hal ini disebabkan karena latar belakang siswa dari pendidikan keluarga, bukan berpendidikan Taman Kanak-kanak. Keadaan demikian menyebabkan minat belajar siswa dalam membaca masih kurang.

B.  Penggunaan Metode Bunyi
      a. Konsep Belajar Membaca Permulaan
            Pembelajaran membaca di SD tidak dilaksanakan secara khusus, tetapi dilaksanakan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran itu diberikan kepada siswa mulai dari Kelas I sampai kelas VI oleh guru yang bertugas mengajar di kelas itu. Terdapat perbedaan dalam pembelajaran antara pembelajaran membaca kelas di kelas I dan II dengan pembelajaran membaca di kelas III, IV, V dan VI. Di kelas I dan II pembelajaran membaca dan menulis dipadukan menjadi satu kegiatan pembelajaran atau lazim diistilahkan dengan MMP (Membaca Menulis Permulaan). Di kelas III, IV, V, dan VI pembelajaran MMP tidak dilaksanakan karena pembelajaran membaca dan menulis sudah dipisahkan atau tidak dsatukan seperti di kelas I dan II.
            Pengajaran membaca permulaan bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan dasar yang dapat digunakan sebagai dasar untuk membaca bahasa Indonesia (Supriyadi, 1994 : 197).
            Dalam kegiatan pembelajaran membaca permulaan, yang menjadi sasaran pembelajarannya adalah bagaimana siswa dapat cepat belajar membaca sehingga siswa dapat membaca cepat. Untuk mencapai sasaran pembelajaran itu diperlukan metode-metode pembelajaran membaca.
            Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran membaca permulaan. Metode-metode tersebut ialah :
a.       Metode abjad/alfabet
b.      Metode bunyi
c.       Metode suku kata
d.      Metode kata
e.       Metode kalimat
f.       Metode SAS

      b. Metode Bunyi
            Di antara metode-metode pembelajaran tersebut, belum dapat ditentukan metode mana yang paling baik dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia untuk membimbing siswa agar dapat cepat membaca. Karena baik atau tidanya sebuah metode pembelajaran baru diketahui setelah metode tersebut dipraktekkan di lapangan.
            Berdasarkan pengalaman di lapangan, metode bunyi lebih dapat membuat siswa membedakan bunyi huruf, sehingga siswa lebih cepat dapat merangkaikan huruf menjadi suku kata atau menjadi kata.
            Metode bunyi sebenarnya sama dengan metode abjad, bedanya terletak pada cara pelafalan atau mengeja huruf. Metode abjad melafalkan huruf sebagaimana kita menyebut abjad, misalnya :
B dilafalkan dengan be
D dilafalkan dengan de
Metode bunyi melafalkan huruf sebagaimana bunyinya, misalnya :
B dilafalkan dengan eb atau be
D dilafalkan dengan ed atau de
            Cara belajar membaca dengan menggunakan metode bunyi adalah sebagai berikut :
i n i                              n a n i
i en i ni        ini            en a na en i ni       nani
ini                                nani

      c. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Pelaksanaan Belajar Membaca Permulaan
            Dalam melaksanakan pengajaran membaca permulaan, hendaknya guru memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
      1.   Tingkat Perkembangan Anak
            Perkembangan anak antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda baik secara fisik maupun psikis. Ada yang berkembang cepat, sedang dan ada yang lambat. Anak usia sekolah dasar pada umumnya memiliki kecenderungan untuk meniru serta besar sekali perasaan ingin tahu terhadap sesuatu. Selain itu pada anak tersebut terdapat potensi yang besar untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan, oleh karena itu guru hendaknya dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan anak dengan memberikan dorongan serta bimbingan sesuai dengan tingkat perkembangan.

      2.   Tingkat Kesiapan Anak
            Tingkat kesiapan anak dalam menerima pelajaran berbeda-beda. Anak kelas I yang berasal dari TK tentu lebih siap menerima pelajaran daripada yang sama sekali belum bersekolah. Untuk itulah hendaknya guru memberikan perhatian khusus kepada anak yang belum siap agar segera menyesuaikan diri. Sedangkan anak yang sudah siap hendaknya diberi kegiatan tambahan.
      3.   Sumber Bahan Pengajaran
            Bahan pengajaran diambil dari buku-buku atau guru juga dapat mengembangkan sendiri dengan syarat atau kriteria sebagai berikut :
a.       Bahan harus memupuk moral dan jiwa Pancasila;
b.      Sesuai dengan taraf perkembangan anak;
c.       Berarti bagi siswa, misalnya bacaan tentang permainan dan hal-hal dari dunia anak-anak;
d.      Sesuai dengan perkembangan ilmu terakhir;
e.       Dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain;
f.       Mendukung tujuan pembangunan;
g.      Memenuhi tujuan pendidikan;
h.      Menanamkan rasa kebangsaan.
      4.   Peralatan/perlengkapan
            Alat adalah sarana yang sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar, oleh karena itu guru hendaknya mempersiapkan peralatan dan perlengkapan pengajaran Bahasa Indonesia. Peralatan/perlengkapan tersebut harus sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan. Misalnya : kartu gambar, kartu nama, gambar, kartu huruf, kartu suku kata, kartu kalimat, contoh tulisan baku, dan lain-lain.
      5.   Keaktifan Anak
            Dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya aktivitas siswa lebih banyak daripada guru. Guru adalah pencipta kegiatan belajar siswa. Pemahamannya waktu melaksanakan kegiatan belajar yang bersifat praktis. Untuk itulah dalam pengajaran Bahasa Indonesia digunakan pendekatan dengan multi metode. Guru hendaknya berpegangan pada pepatah ”lebih baik memberi kail daripada memberi ikan” dan ”saya mendengar saya lupa, saya melihat saya ingat, dan saya mengerjakan saya mengerti”.
      6.   Sikap Membaca yang Benar
            Dalam membaca perlu diperhatikan faktor kesehatan anak, di antaranya sikap duduk.
            Sikap duduk yang baik dalam membaca dan menulis yaitu :
-          Dada tidak menempel pada meja.
-          Badan tegak
-          Jarak mata dengan buku antara 25-30 cm
            Pada tahap-tahap awal, terutama di kelas I, kreativitas siswa akan timbul melalui bermacam-macam kegiatan dan permainan yang menarik (Resmini Novi, 2006 : 245). Oleh karena itu pembelajaran harus disajikan dalam bentuk yang menarik agar kreativitas siswa timbul.

C. Langkah-langkah Pembahasan
            Kegiatan pembelajaran membaca permulaan di kelas I sangat memerlukan persiapan yang matang. Karena ketidaksiapan skenario pembelajaran akan membuat pengetahuan siswa yang lama menjadi kabur karena pengetahuan baru yang tidak sesuai/tidak berurutan. Oleh karena itu dalam pelaksanaan diperlukan persiapan mengajar yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
            Langkah-langkah membaca permulaan di kelas I
a.   Perencanaan Program
      Perencanaan dilaksanakan secara bertahap, yaitu :
1.      Mempelajari GBPP (pada Kurikulum 2006 disebut Silabus)
2.      Membuat program Cawu (pad Kurikulum 2006 disebut Program Semester)
b.   Persiapan
      Persiapan dapat tertulis atau tidak tertulis. Persiapan tertulis dapat berbentuk Satuan Pelajaran (SP), sedangkan yang tidak tertulis antara lain penguasaan materi, alat/perlengkapan mengajar, kesiapan mental guru dan siswa serta organisasi kelasnya.
c.   Pelaksanaan
      Pelaksanaan proses belajar mengajar permulaan jangan terpaku pada satu metode saja, boleh menggunakan beberapa metode, yang penting sesuai dengan situasi dan kondisi serta sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Agar materi dapat dipahami, dihayati dan bermakna bagi siswa didik, hendaknya digunakan pendekatan dan metode yang sesuai (Resmini Novi, 2006 : 262)

            Dalam pelaksanaan pembelajaran, pada suatu keadaan tertentu diperlukan metode-metode lain sesuai dengan kebutuhan. Namun pembelajaran harus tetap didasarkan pada satu metode. Hal ini dilakukan untuk menghindari kekacauan pada pemahaman siswa.
            Pengajaran membaca permulaan dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu membaca tanpa buku dan membaca menggunakan buku. Pengajaran membaca permulaan tanpa buku berlangsung pada semester 1, kira-kira 8 sampai 10 minggu.
            Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
-   Guru menunjukkan gambar sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ibu, seorang anak perempuan dan seorang laki-laki. Fungsi penampilan gambar itu sangat penting untuk menarik perhatian anak.
-     Guru menceritakan gambar tersebut dengan memberi nama gambar-gambar itu. Ibu disebut mama atau mami, anak perempuan disebut nani, dan anak laki-laki tersebut disebut nana.
-    Setelah menyimak cerita guru tentang keluarga itu, siswa disuruh menceritakan kembali dengan bahasanya sendiri.
-    Setelah anak mengenal nama-nama anggota keluarga berikutnya di bawah gambar diberi tulisan sesuai dengan gambar, sekarang mulai kita kenalkan kepada huruf.
-      Setelah siswa mengenal huruf-huruf yang ada dan cara membacanya, gambar-gambar itu mulai kita singkirkan.
Guru membuat bacaan sederhana misalnya :
Ini mama
Ini nani
Ini mama nani
Ini mama nana
      Agar siswa lebih mudah mengingat materi yang diajarkan, siswa diajak untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar membaca. Untuk itu dapat ditempuh cara-cara di bawah ini:
-          Mengenal unsur kalimat (kata) dengan cara seperti contoh berikut :
ini
nani

ini
.........
nani

ani
ini
........

nina
.........
........

nani

      Kegiatan siswa mengisi kolom-kolom kosong dengan kata-kata yang telah disediakan, kemudian membacanya.
-    Mengenal unsur kata (suku kata) dengan cara seperti contoh berikut :
mama
nani

ma
na
ni
ma....
.....ni

ma
na

.....na
na.....




..... ....
..... .....





-    Mengenal unsur kata (huruf) dengan cara seperti berikut :

ma
ma

m
a
m
a
m
a

m
a
.....
a
m
a



.....
.....
m
a



.....
.....
.....
a



.....
.....
.....
.....




      Kegiatan ini dilaksanakan seperti nomor a dan b tetapi alat peraga digunakan kartu huruf, selain itu anak juga dilatih untuk melafalkan bunyi huruf dengan benar.
      Menguraikan suku kata menjadi bunyi huruf-huruf.
      Guru    : ma (suku kata ini diucapkan panjang dan m didengungkan).
      Siswa   : m (panjang)
      Guru    : lalu?
      Siswa   : a (panjang)
-    Merangkai huruf menjadi kata seperti contoh
            Tugas-tugas di atas dilaksanakan secara perorangan, berpasangan atau berkelompok apabila perlu dibuat perlombaan.
            Pengenalan huruf dan bunyi hendaknya diberikan latihan sebanyak mungkin, karena dengan banyak memberikan latihan siswa akan lebih cepat mengenal huruf dan bunyinya. Dengan demikian siswa akan lebih mampu cepat membaca.
            Pengajaran membaca tanpa buku mencakup pengenalan materi (huruf-huruf) pada semester 1.
    Latihan-latihan seperti di atas hanya merupakan contoh dan diharapkan guru dapat mengembangkan lebih lanjut.
           Resmini Novi (2006 : 264) mengemukakan bahwa setelah siswa mengenal huruf-huruf melalui membaca tanpa buku, siswa kita dihadapkan pada tulisan pada buku. Belajar membaca permulaan dengan menggunakan buku hendaknya dapat menimbulkan kegembiraan siswa untuk membaca. Oleh karena itu guru hendaknya mampu menggunakan cara yang dapat menarik minat baca siswa.
            Selanjutnya menurut Supriyadi (1994 : 197) mengemukakan : pengajaran dapat dibantu oleh media lain seperti kartu-kartu kalimat, kartu-kartu kata, kartu-kartu huruf, papan planet, atau papan tali. Kartu dapat dibuat dari karton manila dengan ukuran lebar 5 cm. Huruf ditulis besar dan jelas. Agar menarik perhatian siswa, buatlah tiap karton dengan warna yang berbeda.

            Pembelajaran membaca permulaan di kelas I Sekolah Dasar harus berpegang pada prinsip-prinsip belajar yang menyenangkan agar materi yang disampaikan lebih melekat dalam ingatan siswa. Proses pembelajarannya harus diatur dan dipersiapkan sedemikian rupa dalam sebuah skenario pembelajaran yang selanjutnya dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

D. Pengaruh Penggunaan Metode Bunyi
            Untuk mencapai tujuan belajar membaca permulaan, tentunya tidak hanya cukup dengan metode saja tetapi diperlukan pula faktor-faktor penunjang lainnya. Namun tidak dihindari bahwa metode merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembelajaran.
            Penggunaan metode bunyi memberikan beberapa pengaruh terhadap siswa, di antaranya :
-          Siswa lebih dapat membedakan bunyi sebuah huruf.
-          Siswa lebih mudah merangkaikan huruf menjadi suku kata
-          Siswa lebih terampil merangkaikan suku kata menjadi kata
-     Siswa lebih mudah mengembangkan bahan pembelajaran (merangkaikan suatu huruf yang diajarkan dengan huruf lain)
-          Proses pembelajaran yang menggunakan metode bunyi dalam membaca permulaan membuat siswa lebih kreatif, aktif dan kritis terhadap materi pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA


Anonimous, (2003) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Indra SD., (2002) Menuju Masyarakat Belajar (Menggagas Paradigma Baru Pendidikan). Jakarta : Paramadina.

Novi  R., (2006) Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Depdikbud.

Supriyadi (1994) Pendidikan Bahasa Indonesia-2. Jakarta : Universitas

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP