AMDAL

Sabtu, 07 September 2019


ANALISISI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)
PADA PERUSAHAAN TEKSTIL

A. Pendahuluan
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan jelas menyebutkan bahwa sumber daya alam dan budaya merupakan modal dasar pembangunan. Sebagai arahan pembangunan jangka panjang, GBHN menyebutkan bahwa : “Bangsa Indonesia menghendaki hubungan selaras antara manusia dengan Tuhan, dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya”. Dengan demikian perlu adanya usaha agar hubungan manusia Indonesia dengan lingkungan semakin serasi. Sebagai modal dasar, sumberdaya alam harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, oleh karena itu harus selalu diupayakan agar kerusakan lingkungan sekecil mungkin. Hal ini dapat terjadi apabila analisis mengenai dampak lingkungan diterapkan pada setiap kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan.
Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk ditelaah sebelum suatu investasi atau usaha dijalankan. Sudah barang tentu telaah yang dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan jika suatu investasi jadi dilakukan, baik dampak negatif maupun yang berdampak positif. Dampak yang timbul ada yang langsung mempengaruhi pada saat kegiatan usaha/proyek dilakukan sekarang atau baru terlihat beberapa waktu kemudian di masa akan dating. Dampak lingkungan yang terjadi adalah berubahnya suatu lingkungan dari bentuk aslinya seperti perubahan fisik kimia, biologi atau sosial. Perubahan lingkungan ini jika tidak diantisipasi dari awal akan merusak tatanan yang sudah ada, baik terhadap fauna, flora maupun manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan, maka sebaliknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak lingkungan yang bakal timbul, baik dampak  yang bakal timbul, juga mencarikan jalan keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Studi inilah yang kita kenal dengan nama Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

B.  Dampak Industri (tekstil) terhadap Lingkungan
Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Keluaran yang dihasilkan suatu industri adalah berupa produk yang diinginkan beserta limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis sehingga  dapat  dijual  atau  dipergunakan  kembali  dan  yang  tidak  bernilai ekonomis yang akan menjadi beban lingkungan. Limbah ini dikeluarkan melalui media udara, air dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam.
Lingkungan, yang merupakan wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya. Kemampuan lingkungan untuk  memulihkan diri sendiri  karena  interaksi  pengaruh  luar,  disebut  daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda.
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan kualitas lingkungan. Limbah yang mengandung bahan pencemar  akan  mengubah  kualitas    bila  lingkungan  tersebut  tidak  mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut.
Menurut Hukum Termodinamika II produksi dan konsumsi selalu diikuti
dengan  kenaikan  entropi.  Terjadinya  limbah  dan  pencemaran  merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula  tingkat  limbah  yang  terbentuk.  Kota  dengan  tingkat  hidup  yang  tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
Pertumbuhan industri pada negara-negara berkembang justru memberikan
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
Permasalahan  lain  yang  terjadi  di  negara  berkembang  adalah  belum
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan  pula  kebutuhan-kebutuhan  ijin  untuk  industri  yang  baru  jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek  dari  penggunaan  bahan  kimia  dan  proses  dari  industri
tersebut.
Perlu  dilakukan  penetapan  kualitas  lingkungan  untuk  mengendalikan pencemaran mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor yang memberikan andil besar terhadap perekonomian dan kemakmuran suatu bangsa berbalik menjadi sumber bencana.

C. Konsep Industri Tekstil Berwawasan Lingkungan
Usaha pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya. Pembangunan  industri  tekstil di  Indonesia  lebih  menitikberatkan  pada  aspek pertumbuhan  ekonomi  telah  menjadikan  pertumbuhan  di  sektor  lain  tidak seimbang. Aspek sosial-budaya dan aspek lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah disadari bahwa pembangunan berkelanjutan adalah  suatu  keharusan.  Menurut  World  Comission  on  Environment  and Development  (1987), Pembangunan berkelanjutan adalah  pembangunan yang memenuhi  kebutuhan  masa  kini  tanpa  mengurangi  kemampuan  generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Gagasan  Pembangunan  berkelanjutan  atau  dikenal   juga   dengan
pembangunan  berwawasan  lingkungan  secara  bertahap  mulai  dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya  Undang-Undang  Nomor 4  Tahun 1982  tentang  Ketentuan-
ketentuan  Pokok  Pengelolaan  Lingkungan  yang  selanjutnya  direvisi  dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan  Pemerintah  Nomor 51 Tahun 1993 dan  direvisi  kembali  dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.

D.  Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
Lingkungan hidup merupakan hal pokok yang harus diperhitungkan dalam
setiap kegiatan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu
terkait  dengan  lingkungan.  Fungsi  lingkungan  bagi  manusia,  pertama  adalah
sebagai ruang bagi keberadaannya juga sebagai sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhannya.  Selain  fungsi  lingkungan  yang  sifatnya  tereksploitasi  untuk
memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai ketergantungan terhadap
lingkungan. Karenanya perlu dilakukan pengelolaan lingkungan untuk mengatur
sehingga  kegiatan  manusia  berupa  pembangunan  dapat  berlangsung  secara
berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan bermula dari  buku yang  diterbitkan  oleh WCED (1987), yang berarti memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahakan keberlanjutan  bagi  generasi  yang  akan  datang.  Pembangunan  berkelanjutan mengutamakan tiga hal yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial, dengan berfokus pada tiga dimensi ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghentikan kerusakan lingkungan yang telah terjadi selama ini.
      1.   Peraturan Perundangan Mengenai AMDAL/UKL&UPL
Pembangunan yang berlangsung saat ini baik langsung maupun tidak langsung  akan  memberikan  tekanan  terhadap  lingkungan  yang  beresiko mencemari dan merusak lingkungan. Oleh karenanya pembangunan seharusnya mengikuti konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan dilakukan tidak  hanya  secara  fisik  tetapi  juga  dengan  mempertimbangkan  kelestarian sumberdaya alam serta kesejahteraan manusia di sekitarnya.
Gagasan Pembangunan Berkelanjutan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yaitu :
1.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berisi :
a.   Pelaksanaan   pengelolaan   lingkungan   hidup   dimaksudkan   untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan serta dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat  serta perkembangan lingkungan global.
b.   Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran dalam  pengelolaan  lingkungan  hidup  dan  setiap  orang  berhak  dan berkewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup serta berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta   mencegah   dan   menanggulangi  pencemaran  dan  perusakan lingkungan hidup.
2.       Peraturan  Pemerintah  Nomor  27 Tahun  1999 tentang Analisi Mengenai Dampak Lingkungan, menyebutkan bahwa :
a.      Pasal 1, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan  pada  lingkungan  hidup  yang  diperlukan  bagi  proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
b.      Pasal 3 ayat 4, Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
3.   Pelaksanaan  Peraturan  Pemerintah  tentang  AMDAL ini  telah  dituangkan dalam  Keputusan  Menteri  Negara  Lingkungan  Hidup  maupun Kepala Bapedal, yaitu :
a.               Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001
tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan.
b.   Keputusan  Kepala  Bapedal  Nomor :   Kep.056  Tahun      1994  tentang Pedoman Ukuran Dampak Penting.

      2.      Peraturan Perundangan AMDAL/UKL&UPL pada Sektor Industri Tekstil
Industri tekstil merupakan salah satu industri yang wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana tercantum dalam Keputusan  Menteri  Negara  Lingkungan  Hidup  Nomor 17  tahun 2001,  kegiatan  bidang  perindustrian  pada  umumnya  menimbulkan pencemaran air,  udara,  tanah,  gangguan  kebisingan,  bau,  dan getaran.
Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar,
yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air
ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran,
gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak
sosial.  Beberapa jenis industri lain selain tekstil yang sudah memiliki teknologi memadai untuk  mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar  berikut,  tetapi  menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan AMDAL (nomor 15), terdiri dari :
1.  Industri Semen (yang dibuat melalui produksi klinker)
2.  Industri pulp atau industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp (tidak
 termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
3.  Industri petrokimia hulu
4.  Industri pembuatan besi dasar atau baja dasar (iron and steel making) meliputi
usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi,
besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja
bloom, dan baja slab.
5.  Industri pembuatan timah (Pb) dasar termasuk industri daur ulang.
6.  Industri pembuatan tembaga (Cu) dasar/katoda tembaga (bahan baku dari Cu  konsentrat).
7.  Industri pembuatan alumunium dasar (bahan baku dari alumina)
8.  Kawasan industri (termasuk komplek industri terintegrasi)
9.  Industri galangan kapal dengan sistem graving dock
10.       Industri pesawat terbang
11. Industri senjata, amunisi dan bahan peledak
12. Industri baterai kering (yang menggunakan merkuri/Hg).
13. Industri baterai basah (akumulator listrik).

E. Tahapan Penyusunan AMDAL pada Industri Tekstil
Prosedur pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh industri tekstil, sama seperti pada industri lain, yaitu melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.      Tata laksana menurut PP 29 Tahun 1986
      Menurut Hardjasoemantri (1988), garis besar prosedur AMDAL sebagaimana tercantum pada PP No. 29/1986 Mengenai Analisis  Mengenai Dampak Lingkungan adalah sebagai berikut ini.
a.       Pemrakarsa rencana kegiatan mengajukan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) kepada  instansi yang bertanggung jawab. PIL tersebut dibuatkan berdasarkan pedoman  yang ditetapkan oleh Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup. Dalam uraian dibawah ini, yang dimaksud degan menteri KLH adalah “Menteri  yang di tugasi mengelola lingkungan hidup”  instansi yang bertanggung jawab adalah yang berwenang memberi keputusan tentnag pelaksanaan rencana kegiatan, dengan pengertian bahwa kewenangan berada pad menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan dan pada Gubernur Daerah Tingkat I untuk kegiatan yang berada di bawah wewenangnya
b.      Apabila lokasi sebagaimana tercantum dalam PIL  dinilai tidak  tepat, maka instansi yang bertanggung  jawab menolak lokasi tersebut dan memberikan petunjuk tentang kemungkinan lokasi lain dengan kewajiban bagi pemrakarsa untuk membuat PIL yang baru. Apabila suatu lokasi dapat menimbulkan perbenturan kepentingan antar sektor maka instansi yang bertanggung jawab mengadakan konsultasi dengan menteri KLH dan Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang bersangkutan.
c.       Apabila hasil penelitian PIL menentukan bahwa perlu dibuatkan  ANDAL, berhubung dengan adanya dampak penting rencana kegiatan terhadap lingkungan, baik lingkungan geobiofisik maupun sosial budaya, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab membuat Kerangka Acuan (KA) bagi penyusunan ANDAL.
d.      Apibila ANDAL tidak perlu dibuat untuk suatu rencana kegiatan, berhubung tidak ada dampak penting, maka pemrakarsa diwajibkan untuk membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi kegiatan tersebut. Huruf K dalam RKL adalah “Kelola” dan huruf P dalam RPL dari “Pantau”.
e.    Apabila dari semula sudah diketahui bahwa akan ada dampak penting, maka tidak perlu dibuat PIL lebih dahulu akan tetapi dapat langsung menyusun KA bagi pembuat ANDAL.
f.     ANDAL merupakan komponen studi kelayakan rencana kegiatan sehingga dengan demikian terdapat tiga studi kelayakan dalam perencanaan pembangunan, yaitu: teknis, ekonomis dan lingkungan (TEL). biaya rencana kegiatan sebagaimana tercantum dalam studi kelayakan rencana kegiatan tersebut meliputi pula biaya penanggulangan dampak negatif dan pengembangan dampak positifnya.
g.    Pedoman umum penyusunan ANDAL ditetapkan oleh Menteri KLH. Pedoman teknis penyusunan ANDAL ditetapkan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan berdasarkan pedoman umum penyusunan ANDAL yang dibuat oleh Menteri KLH.
h.    Apabila ANDAL menyimpulkan bahwa dampak negatif yang tidak dapat ditanggulangi berdasarkan ilmu dan teknologi lebih besar dibanding dengan dampak positifnya, maka instansi yang bertanggung jawab memutuskan menolak rencana kegiatan yang bersangkutan. Terhadap penolakan ini, pemrakarsa dapat mengajukan keberatan kepada pejabat yang lebih tinggi dari instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari. Sejak diterimanya keputusan penolakan. Pejabat yang lebih tinggi tersebut memberi keputusan atas keberatan tersebut selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pernyataan keberatan, setelah mendapat pertimbangan dari menteri KLH. Keputusan tersebut merupakan keputusan terakhir.
i.      Apabila ANDAL disetujui, maka pemrakarsa menyusun RKL dan RPL dengan menggunakan pedoman penyusunan RKL dan RPL yang dibuat oleh Menteri KLH atau Departemen yang bertanggung jawab.
j.      Keputusan persetujuan ANDAL dinyatakan kadaluwarsa apabila rencana kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya keputusan tersebut. Pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas ANDAL. Terhadap permohonan ini instansi yang bertanggung jawab memutuskan dapat digunakan kembali ANDAL, RKL dan RPL yang telah dibuat atau wajib diperbaharuinya dokumen-dokumen tersebut.
k.    Keputusan persetujuan ANDAL dinyatakan gugur, apabila terjadi perubahan lingkungan yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena kegiatan lain, sebelum rencana kegiatan dilaksanakan. Pemrakarsa perlu membuat ANDAL baru berdasarkan rona lingkungan baru.

F.   Perkiraan Dampak Besar dan Penting dari Pendirian sebuah Pabrik Tekstil yang dapat Diungkap melalui AMDAL
Dalam melakukan AMDAL perlu dijelaskan dampak besar dan penting yang bakal timbul melalui perkiraan yang benar. Dampak besar dan terpenting dalam studi AMDAL menurut pediman penyusunan AMDAL hendaknya dimuat hal-hal sebagai berikut:
1.      Prakiraan secara dampak usaha dan atau kegiatan pada saat prakonstruksi, konstruksi operasi dan pasca operasir terhadap lingkungan hidup. Telaah ini dilakukan dengan cara menganalisis perbedaan antara kondisi kualitas lingkungan hidup yang diperkirakan dengan adanya usaha dan atau kegiatan, dan kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan tanpa adanya usaha dan atau kegiatan dengan menggunakan metode prakiraan dampak.
2.      Penentuan arti penting perubahan lingkungan hidup yang diprakirakan bagin masyarakat di wilayah studi rencana usaha dan atau kegiatan dan pemerintahan dengan mengacu pada pedoman penentuan dampak besar dan penting.
3.      Dampak melakukan telaah butir 1 dan 2 tersebut diperhatikan dampak yang bersifat langsung dan atau tidak langsung. Dampak langsung adalah dampak yang ditimbulkan secara langsung oleh adanya usaha dan atau kegiatan, sedangkan dampak tidak langsung adalah dampak yang timbul sebagai akibat berubahnya suatu komponen lingkungan hidup dan atau kegiatan primer oleh adanya rencana-rencana usaha dan atau kegiatan dalam kaitan ini, maka perlu diperhatikan mekanisme aliran dampak pada berbagai komponen lingkungan sebagai berikut:
a.       Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pad komponen sosial.
b.      Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik-kimia kemudian menimbulkan dampak lanjutan berturut-turut terhadap komponen biologi dan sosial.
c.       Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen biologi kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan pada komponen sosial.
d.      Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada aspek fisik kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial
e.       Dampak penting berlangsung saling berantai di antara komponen sosial itu sendiri
f.       Dampak penting pada butir a, b, c, d, dan e yang telah diutarakan selanjutnya menimbulkan dampak balik pada rencana usaha dan atau kegiatan.
4.      Mengingat usaha dan atau kegiatan masih berada pada tahap pemilihan alternatif usaha atau kegiatan (lokasi atau teknologi yang digunakan) sehubungan dengan AMDAL merupakan komponen dari studi kelayakan maka telaahan dilakukan untuk masing-masing alternatif.
5.      Dalam melakukan analisis prakiraan dampak penting agar digunakan metode-metode formal secara matematis. Penggunaan metode non-formal hanya dilakukan bilamana dalam melakukan analisis tersebut tidak tersedia formula-formula matematis aatau hanya didekati dengan metode non-formal.

G.    Pendirian Usaha Pabrik Tekstil Wajib Amdal
Setiap rencana kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting, wajib dibuat AMDAL, seperti halnya juga dalam pendirian pabrik tekstil yang mempunyai dampak besar dan penting. Hal ini mengacu pada pasal 3 ayat 1 PP 27 tahun 1999 yaitu ;
1.   Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
2.   Eksploitasi SDA baik yang dapat diperbaharui/tidak dapat diperbaharui
3.   Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan, pemerosotan dalam pemanfaatan SDA, cagar budaya
4.   Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, jasad renik.
5.   Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati
6. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi  lingkungan
7.   Kegiatan yang mempunyai tinggi dan mempengaruhi pertahanan negara
Jadi, apabila rencana kegiatan mempunyai peran seperti yang telah disebutkan di atas wajib AMDAL. Meskipun AMDAL secara resmi diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1982, sebagian besar praktisi mengetahui asal muasal sebenarnya untuk beranjak dari Peraturan No. 29/19869 yang menciptakan berbagai elemen penting dari proses AMDAL10. Sepanjang awal era 1990 didirikan suatu badan perlindungan lingkungan pusat (BAPEDAL) terlepas dari Kementerian Negara Lingkungan, dengan mandat meningkatkan pelaksanaan
AMDAL dan kendali atas polusi, didukung oleh tiga kantor daerah. Kajian dan persetujuan atas berbagai dokumen AMDAL pada saat ini ditangani oleh Komisi Pusat atau Komisi Daerah, sesuai dengan skala proyek dan sumber pendanaan. Lebih dari 4000 AMDAL dikaji sampai dengan 1992 dimana menjadi lebih jelas bahwa berbagai elemen dari proses tersebut terlalu kompleks dan terlalu banyak didasarkan pada AMDAL ‘gaya barat’. Legislasi AMDAL yang baru yang diberlakukan pada tahun 199311 yang memiliki efek pembenahan atas prosedur penapisan, mempersingkat jangka waktu pengkajian, dan memperkenalkan status format EMP yang distandardisasi (UKL/UPL) untuk proyekdengan dampak yang lebih terbatas. Lebih dari 6000 AMDAL nasional dan propinsi diproses berdasarkan peraturan ini termasuk sejumlah kecil AMDAL daerah di bawah suatu komisi pusat yang didirikan di dalam BAPEDAL.    
Dengan diundangkannya Undang-undang Pengelolaan Lingkungan yang baru (No. 23/1997) berbagai reformasi lanjutan atas regulasi AMDAL menjadi perlu. Peraturan 27/199912 diperkenalkan dengan simplifikasi lebih lanjut. Komisi sektoral dibubarkan dan dikonsolidasikan ke dalam suatu komisi pusat tunggal, sementara komisi propinsi diperkuat. Ketentuan yang lebih spesifik dan lengkap atas keterlibatan publik juga diperkenalkan, sebagaimana halnya juga dengan suatu rangkaian arahan teknis pendukung. Namun demikian PP 27/1999 ternyata tidak tepat waktu, gagal untuk secara memadai merefleksikan berbagai perubahan politis yang pada saat itu lebih luas yang akhirnya mengarah kepada desentralisasi politik dan administratif. AnalisisMengenai Dampak Lingkungan, yang sering di singkat dengan AMDAL, lahir dengan di undangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, National Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini menyatakan, semua usulan legislasi dan aktifitas pemerintah federal yang besar di perkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktifitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah industri dan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam. Misalnya, sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke +  fog), yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat lain lagi.
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) adalah instrumen yang sifatnya formal dan wajib (control and command) yang merupakan kajian bagi pembangunan proyek-proyek kegiatan-kegiatan pasal 17a yang kemungkinan akan menimbulkan dampak besar dari penting terhadap lingkungan hidup.
Dalam PP No.27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang di akibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya pada pasal 5 PP tersebut dinyatakan bahwa kriteria dari dampak besar dan periting dari suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan antara lain:
a.       Jumlah manusia yang akan terkena dampak
b.      Luas wilayah persebaran dampak
c.       Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d.      Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
e.       Sifat kumulatif dampak
f.       Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (ireversible)
Dasar hukum dan prosedur pelaksanaan AMDAL diatur dalam PP No.27 tahun 1999 beserta beberapa KEPMEN yang terkait dan dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup. AMDAL dibuat sebelum kegiatan berjalan atau operasi proyek dilakukan. Karena itu AMDAL merupakan salah satu persyaratan keluarnya perizinan.


DAFTAR PUSTAKA

Fandeli, Chapid, 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Liberty Offset. Yogyakarta

Tosepu, Ramadhan, 2007. Kesehatan Lingkungan. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas MIPA UNHALU. Kendari

Wardhana, AW, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP