AMDAL
Sabtu, 07 September 2019
ANALISISI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)
PADA PERUSAHAAN
TEKSTIL
A. Pendahuluan
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan jelas
menyebutkan bahwa sumber daya alam dan budaya merupakan modal dasar
pembangunan. Sebagai arahan pembangunan jangka panjang, GBHN menyebutkan bahwa
: “Bangsa Indonesia
menghendaki hubungan selaras antara manusia dengan Tuhan, dan antara manusia
dengan lingkungan alam sekitarnya”. Dengan demikian perlu adanya usaha agar
hubungan manusia Indonesia
dengan lingkungan semakin serasi. Sebagai modal dasar, sumberdaya alam harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya, oleh karena itu harus selalu diupayakan agar
kerusakan lingkungan sekecil mungkin. Hal ini dapat terjadi apabila analisis
mengenai dampak lingkungan diterapkan pada setiap kegiatan yang diperkirakan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan.
Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat
penting untuk ditelaah sebelum suatu investasi atau usaha dijalankan. Sudah
barang tentu telaah yang dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan
jika suatu investasi jadi dilakukan, baik dampak negatif maupun yang berdampak
positif. Dampak yang timbul ada yang langsung mempengaruhi pada saat kegiatan
usaha/proyek dilakukan sekarang atau baru terlihat beberapa waktu kemudian di
masa akan dating. Dampak lingkungan yang terjadi adalah berubahnya suatu
lingkungan dari bentuk aslinya seperti perubahan fisik kimia, biologi atau
sosial. Perubahan lingkungan ini jika tidak diantisipasi dari awal akan merusak
tatanan yang sudah ada, baik terhadap fauna, flora maupun manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, sebelum suatu usaha atau proyek
dijalankan, maka sebaliknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak
lingkungan yang bakal timbul, baik dampak yang bakal timbul, juga
mencarikan jalan keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Studi inilah yang kita
kenal dengan nama Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
B. Dampak
Industri (tekstil) terhadap Lingkungan
Pada dasarnya kegiatan suatu
industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Keluaran yang dihasilkan suatu
industri adalah berupa produk yang diinginkan
beserta limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis sehingga dapat
dijual atau dipergunakan
kembali dan yang
tidak bernilai ekonomis
yang akan menjadi beban lingkungan. Limbah ini dikeluarkan melalui media udara, air dan tanah yang merupakan
komponen ekosistem alam.
Lingkungan, yang merupakan
wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya.
Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena
interaksi pengaruh luar,
disebut daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan antara tempat
yang satu dengan tempat yang lain berbeda.
Bahan
pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen
lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologi
sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan kualitas
lingkungan. Limbah yang mengandung bahan pencemar akan
mengubah kualitas bila
lingkungan tersebut tidak
mampu memulihkan kondisinya
sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu
diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut.
Menurut Hukum Termodinamika II
produksi dan konsumsi selalu diikuti
dengan kenaikan entropi. Terjadinya limbah dan pencemaran merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula tingkat limbah yang terbentuk. Kota dengan tingkat hidup yang tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
dengan kenaikan entropi. Terjadinya limbah dan pencemaran merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula tingkat limbah yang terbentuk. Kota dengan tingkat hidup yang tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
Pertumbuhan
industri pada negara-negara berkembang justru memberikan
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
Permasalahan lain
yang terjadi di
negara berkembang adalah
belum
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan pula kebutuhan-kebutuhan ijin untuk industri yang baru jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek dari penggunaan bahan kimia dan proses dari industri
tersebut.
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan pula kebutuhan-kebutuhan ijin untuk industri yang baru jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek dari penggunaan bahan kimia dan proses dari industri
tersebut.
Perlu dilakukan
penetapan kualitas lingkungan
untuk mengendalikan pencemaran mengingat program industrialisasi
sebagai salah satu sektor yang memberikan
andil besar terhadap perekonomian dan kemakmuran suatu bangsa berbalik menjadi
sumber bencana.
C. Konsep
Industri Tekstil Berwawasan Lingkungan
Usaha
pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya. Pembangunan industri
tekstil di Indonesia lebih
menitikberatkan pada aspek pertumbuhan ekonomi
telah menjadikan pertumbuhan
di sektor lain
tidak seimbang.
Aspek sosial-budaya dan aspek lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah disadari bahwa
pembangunan berkelanjutan adalah suatu
keharusan. Menurut World
Comission on Environment
and Development (1987), Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini
tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri.
Gagasan Pembangunan
berkelanjutan atau dikenal
juga dengan
pembangunan berwawasan lingkungan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya direvisi dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan direvisi kembali dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
pembangunan berwawasan lingkungan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya direvisi dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan direvisi kembali dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
D. Kebijakan
Pengelolaan Lingkungan
Lingkungan
hidup merupakan hal pokok yang harus diperhitungkan dalam
setiap kegiatan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu
terkait dengan lingkungan. Fungsi lingkungan bagi manusia, pertama adalah
sebagai ruang bagi keberadaannya juga sebagai sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhannya. Selain fungsi lingkungan yang sifatnya tereksploitasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai ketergantungan terhadap
lingkungan. Karenanya perlu dilakukan pengelolaan lingkungan untuk mengatur
sehingga kegiatan manusia berupa pembangunan dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
setiap kegiatan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu
terkait dengan lingkungan. Fungsi lingkungan bagi manusia, pertama adalah
sebagai ruang bagi keberadaannya juga sebagai sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhannya. Selain fungsi lingkungan yang sifatnya tereksploitasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai ketergantungan terhadap
lingkungan. Karenanya perlu dilakukan pengelolaan lingkungan untuk mengatur
sehingga kegiatan manusia berupa pembangunan dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
Pembangunan
berkelanjutan bermula dari buku
yang diterbitkan oleh WCED (1987), yang berarti memenuhi kebutuhan saat ini
dengan mengusahakan keberlanjutan bagi
generasi yang akan
datang. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan tiga hal yaitu
ekonomi, lingkungan dan sosial, dengan berfokus pada tiga dimensi ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan
menghentikan kerusakan lingkungan
yang telah terjadi selama ini.
1. Peraturan
Perundangan Mengenai AMDAL/UKL&UPL
Pembangunan
yang berlangsung saat ini baik langsung maupun tidak langsung akan
memberikan tekanan terhadap
lingkungan yang beresiko mencemari dan
merusak lingkungan. Oleh karenanya pembangunan seharusnya mengikuti konsep
pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan dilakukan tidak hanya
secara fisik tetapi
juga dengan mempertimbangkan kelestarian sumberdaya alam
serta kesejahteraan manusia di sekitarnya.
Gagasan Pembangunan
Berkelanjutan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yaitu :
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yaitu :
1.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yang berisi :
a. Pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup dimaksudkan
untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup
yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan serta dengan
memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat
serta perkembangan lingkungan
global.
b. Setiap orang mempunyai
hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan
setiap orang berhak
dan berkewajiban
untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup serta
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.
2. Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisi Mengenai Dampak
Lingkungan, menyebutkan bahwa :
a. Pasal 1,
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
b. Pasal 3 ayat 4,
Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya
berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
3. Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah tentang AMDAL ini
telah dituangkan dalam
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup maupun Kepala Bapedal, yaitu :
a. Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001
tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan.
tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan.
b. Keputusan
Kepala Bapedal Nomor : Kep.056
Tahun 1994 tentang Pedoman Ukuran
Dampak Penting.
2. Peraturan Perundangan AMDAL/UKL&UPL pada Sektor Industri Tekstil
Industri
tekstil merupakan salah satu industri yang wajib melakukan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001,
kegiatan bidang perindustrian
pada umumnya menimbulkan pencemaran air, udara,
tanah, gangguan kebisingan,
bau, dan getaran.
Beberapa
jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar,
yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air
ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran,
gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak
sosial. Beberapa jenis industri lain selain tekstil yang sudah memiliki teknologi memadai untuk mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar berikut, tetapi menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan AMDAL (nomor 15), terdiri dari :
yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air
ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran,
gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak
sosial. Beberapa jenis industri lain selain tekstil yang sudah memiliki teknologi memadai untuk mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar berikut, tetapi menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan AMDAL (nomor 15), terdiri dari :
1. Industri Semen (yang dibuat melalui produksi
klinker)
2. Industri pulp atau industri kertas yang
terintegrasi dengan industri pulp (tidak
termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
3. Industri petrokimia hulu
4. Industri pembuatan besi dasar atau baja dasar
(iron and steel making) meliputi
usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi,
besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja
bloom, dan baja slab.
usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi,
besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja
bloom, dan baja slab.
5. Industri pembuatan timah (Pb) dasar termasuk
industri daur ulang.
6. Industri
pembuatan tembaga (Cu) dasar/katoda tembaga (bahan baku dari Cu konsentrat).
7. Industri pembuatan alumunium dasar (bahan baku
dari alumina)
8. Kawasan industri (termasuk komplek industri
terintegrasi)
9. Industri galangan kapal dengan sistem graving
dock
10. Industri
pesawat terbang
11. Industri senjata, amunisi dan bahan peledak
12. Industri baterai kering (yang menggunakan
merkuri/Hg).
13. Industri baterai basah (akumulator listrik).
E. Tahapan
Penyusunan AMDAL pada Industri Tekstil
Prosedur pelaksanaan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh industri tekstil, sama seperti
pada industri lain, yaitu melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tata laksana menurut PP 29 Tahun 1986
Menurut
Hardjasoemantri (1988), garis besar prosedur AMDAL sebagaimana tercantum pada
PP No. 29/1986 Mengenai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan adalah sebagai berikut ini.
a. Pemrakarsa rencana kegiatan mengajukan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
kepada instansi yang bertanggung jawab.
PIL tersebut dibuatkan berdasarkan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup.
Dalam uraian dibawah ini, yang dimaksud degan menteri KLH adalah “Menteri yang di tugasi mengelola lingkungan
hidup” instansi yang bertanggung jawab
adalah yang berwenang memberi keputusan tentnag pelaksanaan rencana kegiatan,
dengan pengertian bahwa kewenangan berada pad menteri atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan dan pada
Gubernur Daerah Tingkat I untuk kegiatan yang berada di bawah wewenangnya
b. Apabila lokasi sebagaimana tercantum dalam PIL dinilai tidak
tepat, maka instansi yang bertanggung
jawab menolak lokasi tersebut dan memberikan petunjuk tentang
kemungkinan lokasi lain dengan kewajiban bagi pemrakarsa untuk membuat PIL yang
baru. Apabila suatu lokasi dapat menimbulkan perbenturan kepentingan antar
sektor maka instansi yang bertanggung jawab mengadakan konsultasi dengan
menteri KLH dan Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang
bersangkutan.
c. Apabila hasil penelitian PIL menentukan bahwa perlu dibuatkan ANDAL, berhubung dengan adanya dampak penting
rencana kegiatan terhadap lingkungan, baik lingkungan geobiofisik maupun sosial
budaya, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab membuat
Kerangka Acuan (KA) bagi penyusunan ANDAL.
d. Apibila ANDAL tidak perlu dibuat untuk
suatu rencana kegiatan, berhubung tidak ada dampak penting, maka pemrakarsa
diwajibkan untuk membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) bagi kegiatan tersebut. Huruf K dalam RKL adalah “Kelola” dan
huruf P dalam RPL dari “Pantau”.
e. Apabila dari semula sudah diketahui bahwa
akan ada dampak penting, maka tidak perlu dibuat PIL lebih dahulu akan tetapi
dapat langsung menyusun KA bagi pembuat ANDAL.
f. ANDAL merupakan komponen studi kelayakan
rencana kegiatan sehingga dengan demikian terdapat tiga studi kelayakan dalam
perencanaan pembangunan, yaitu: teknis, ekonomis dan lingkungan (TEL). biaya
rencana kegiatan sebagaimana tercantum dalam studi kelayakan rencana kegiatan
tersebut meliputi pula biaya penanggulangan dampak negatif dan pengembangan
dampak positifnya.
g. Pedoman umum penyusunan ANDAL ditetapkan
oleh Menteri KLH. Pedoman teknis penyusunan ANDAL ditetapkan oleh Menteri atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang
bersangkutan berdasarkan pedoman umum penyusunan ANDAL yang dibuat oleh Menteri
KLH.
h. Apabila ANDAL menyimpulkan bahwa dampak
negatif yang tidak dapat ditanggulangi berdasarkan ilmu dan teknologi lebih
besar dibanding dengan dampak positifnya, maka instansi yang bertanggung jawab
memutuskan menolak rencana kegiatan yang bersangkutan. Terhadap penolakan ini,
pemrakarsa dapat mengajukan keberatan kepada pejabat yang lebih tinggi dari
instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari. Sejak
diterimanya keputusan penolakan. Pejabat yang lebih tinggi tersebut memberi
keputusan atas keberatan tersebut selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya pernyataan keberatan, setelah mendapat pertimbangan dari menteri
KLH. Keputusan tersebut merupakan keputusan terakhir.
i. Apabila ANDAL disetujui, maka pemrakarsa
menyusun RKL dan RPL dengan menggunakan pedoman penyusunan RKL dan RPL yang
dibuat oleh Menteri KLH atau Departemen yang bertanggung jawab.
j. Keputusan persetujuan ANDAL dinyatakan
kadaluwarsa apabila rencana kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sejak ditetapkannya keputusan tersebut. Pemrakarsa wajib
mengajukan kembali permohonan persetujuan atas ANDAL. Terhadap permohonan ini
instansi yang bertanggung jawab memutuskan dapat digunakan kembali ANDAL, RKL
dan RPL yang telah dibuat atau wajib diperbaharuinya dokumen-dokumen tersebut.
k. Keputusan persetujuan ANDAL dinyatakan
gugur, apabila terjadi perubahan lingkungan yang sangat mendasar akibat
peristiwa alam atau karena kegiatan lain, sebelum rencana kegiatan
dilaksanakan. Pemrakarsa perlu membuat ANDAL baru berdasarkan rona lingkungan
baru.
F. Perkiraan Dampak Besar dan
Penting dari Pendirian sebuah Pabrik Tekstil yang dapat Diungkap melalui AMDAL
Dalam melakukan AMDAL perlu
dijelaskan dampak besar dan penting yang bakal timbul melalui perkiraan yang
benar. Dampak besar dan terpenting dalam studi AMDAL menurut pediman penyusunan
AMDAL hendaknya dimuat hal-hal sebagai berikut:
1. Prakiraan secara dampak usaha dan atau kegiatan
pada saat prakonstruksi, konstruksi operasi dan pasca operasir terhadap
lingkungan hidup. Telaah ini dilakukan dengan cara menganalisis perbedaan
antara kondisi kualitas lingkungan hidup yang diperkirakan dengan adanya usaha
dan atau kegiatan, dan kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan
tanpa adanya usaha dan atau kegiatan dengan menggunakan metode prakiraan dampak.
2. Penentuan arti penting perubahan lingkungan hidup
yang diprakirakan bagin masyarakat di wilayah studi rencana usaha dan atau
kegiatan dan pemerintahan dengan mengacu pada pedoman penentuan dampak besar
dan penting.
3. Dampak melakukan telaah butir 1 dan 2
tersebut diperhatikan dampak yang bersifat langsung dan atau tidak langsung.
Dampak langsung adalah dampak yang ditimbulkan secara langsung oleh adanya
usaha dan atau kegiatan, sedangkan dampak tidak langsung adalah dampak yang
timbul sebagai akibat berubahnya suatu komponen lingkungan hidup dan atau
kegiatan primer oleh adanya rencana-rencana usaha dan atau kegiatan dalam
kaitan ini, maka perlu diperhatikan mekanisme aliran dampak pada berbagai
komponen lingkungan sebagai berikut:
a. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat
langsung pad komponen sosial.
b. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat
langsung pada komponen fisik-kimia kemudian menimbulkan dampak lanjutan
berturut-turut terhadap komponen biologi dan sosial.
c. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat
langsung pada komponen biologi kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan
pada komponen sosial.
d. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat
langsung pada aspek fisik kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada
komponen sosial
e. Dampak penting berlangsung saling berantai di
antara komponen sosial itu sendiri
f. Dampak penting pada butir a, b, c, d, dan e yang
telah diutarakan selanjutnya menimbulkan dampak balik pada rencana usaha dan
atau kegiatan.
4. Mengingat usaha dan atau kegiatan masih berada
pada tahap pemilihan alternatif usaha atau kegiatan (lokasi atau teknologi yang
digunakan) sehubungan dengan AMDAL merupakan komponen dari studi kelayakan maka
telaahan dilakukan untuk masing-masing alternatif.
5. Dalam melakukan analisis prakiraan
dampak penting agar digunakan metode-metode formal secara matematis. Penggunaan
metode non-formal hanya dilakukan bilamana dalam melakukan analisis tersebut
tidak tersedia formula-formula matematis aatau hanya didekati dengan metode
non-formal.
G. Pendirian Usaha Pabrik
Tekstil Wajib Amdal
Setiap rencana kegiatan yang
mempunyai dampak besar dan penting, wajib dibuat AMDAL, seperti halnya juga
dalam pendirian pabrik tekstil yang mempunyai dampak besar dan penting. Hal ini
mengacu pada pasal 3 ayat 1 PP 27 tahun 1999 yaitu ;
1. Pengubahan bentuk lahan dan
bentang alam
2. Eksploitasi SDA baik yang dapat
diperbaharui/tidak dapat diperbaharui
3. Proses
dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan,
pemerosotan dalam pemanfaatan SDA, cagar budaya
4. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,
hewan, jasad renik.
5. Pembuatan dan penggunaan bahan
hayati dan non hayati
6. Penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan
7. Kegiatan yang mempunyai tinggi
dan mempengaruhi pertahanan negara
Jadi, apabila rencana kegiatan
mempunyai peran seperti yang telah disebutkan di atas wajib AMDAL. Meskipun
AMDAL secara resmi diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1982, sebagian besar
praktisi mengetahui asal muasal sebenarnya untuk beranjak dari Peraturan No.
29/19869 yang menciptakan berbagai elemen penting dari proses AMDAL10.
Sepanjang awal era 1990 didirikan suatu badan perlindungan lingkungan pusat
(BAPEDAL) terlepas dari Kementerian Negara Lingkungan, dengan mandat
meningkatkan pelaksanaan
AMDAL dan
kendali atas polusi, didukung oleh tiga kantor daerah. Kajian dan persetujuan
atas berbagai dokumen AMDAL pada saat ini ditangani oleh Komisi Pusat atau
Komisi Daerah, sesuai dengan skala proyek dan sumber pendanaan. Lebih dari 4000
AMDAL dikaji sampai dengan 1992 dimana menjadi lebih jelas bahwa berbagai
elemen dari proses tersebut terlalu kompleks dan terlalu banyak didasarkan pada
AMDAL ‘gaya barat’. Legislasi AMDAL yang baru yang diberlakukan pada tahun
199311 yang memiliki efek pembenahan atas prosedur penapisan, mempersingkat
jangka waktu pengkajian, dan memperkenalkan status format EMP yang
distandardisasi (UKL/UPL) untuk proyekdengan dampak yang lebih terbatas. Lebih
dari 6000 AMDAL nasional dan propinsi diproses berdasarkan peraturan ini
termasuk sejumlah kecil AMDAL daerah di bawah suatu komisi pusat yang didirikan
di dalam BAPEDAL.
Dengan diundangkannya
Undang-undang Pengelolaan Lingkungan yang baru (No. 23/1997) berbagai reformasi
lanjutan atas regulasi AMDAL menjadi perlu. Peraturan 27/199912 diperkenalkan
dengan simplifikasi lebih lanjut. Komisi sektoral dibubarkan dan
dikonsolidasikan ke dalam suatu komisi pusat tunggal, sementara komisi propinsi
diperkuat. Ketentuan yang lebih spesifik dan lengkap atas keterlibatan publik
juga diperkenalkan, sebagaimana halnya juga dengan suatu rangkaian arahan
teknis pendukung. Namun demikian PP 27/1999 ternyata tidak tepat waktu, gagal
untuk secara memadai merefleksikan berbagai perubahan politis yang pada saat
itu lebih luas yang akhirnya mengarah kepada desentralisasi politik dan
administratif. AnalisisMengenai Dampak Lingkungan, yang sering di singkat
dengan AMDAL, lahir dengan di undangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, National Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini
menyatakan, semua usulan legislasi dan aktifitas pemerintah federal yang besar
di perkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan
disertai laporan Environmental Impact
Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu
reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktifitas manusia yang makin
meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah
industri dan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta
menurunnya nilai estetika alam. Misalnya, sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles
di negara bagian Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut
atau asbut (smog = smoke + fog), yang menyelubungi kota, mengganggu
kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas limbah kendaraan dan
pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon, peroksiasetil nitrat (PAN), nitrogenoksida,
dan zat lain lagi.
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan) adalah instrumen yang sifatnya formal dan wajib (control and command) yang merupakan
kajian bagi pembangunan proyek-proyek kegiatan-kegiatan pasal 17a yang
kemungkinan akan menimbulkan dampak besar dari penting terhadap lingkungan
hidup.
Dalam PP No.27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dampak
besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
di akibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya pada pasal 5 PP
tersebut dinyatakan bahwa kriteria dari dampak besar dan periting dari suatu
usaha atau kegiatan terhadap lingkungan antara lain:
a. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
b.
Luas
wilayah persebaran dampak
c.
Intensitas
dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang
akan terkena dampak
e.
Sifat
kumulatif dampak
f. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (ireversible)
Dasar hukum dan prosedur
pelaksanaan AMDAL diatur dalam PP No.27 tahun 1999 beserta beberapa KEPMEN yang
terkait dan dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup. AMDAL dibuat
sebelum kegiatan berjalan atau operasi proyek dilakukan. Karena itu AMDAL
merupakan salah satu persyaratan keluarnya perizinan.
DAFTAR PUSTAKA
Fandeli, Chapid, 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Liberty Offset. Yogyakarta
Tosepu, Ramadhan, 2007. Kesehatan Lingkungan. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas MIPA UNHALU. Kendari
Wardhana, AW, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi
Offset. Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar