WAWASAN NUSANTARA

Sabtu, 07 September 2019


WAWASAN NUSANTARA DAN INTEGRASI NASIONAL


A.  Pendahuluan
            Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
            Sebagaimana kita ketahui indonesia merupakan negara kepulauan, dengan bermacam macam adat istiadat, budaya, agama bahkan bahasa. Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah menjadikan Indonesia sebagai negara yang cukup dipandang di mata dunia. Dengan demikian kita dituntut turut berperan aktif untuk menjaga, membela dan berjuang demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Pada saat ini banyak cara yang kita bisa lakukan untuk mengisi kemerdekaan diantaranya dengan belajar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan belajar, diharapkan kita dapat mengetahui banyak hal tentang negara kita. Baik itu tentang sejarah, ekonomi bahkan pengetahuan umum yang semakin hari terus berkembang. Dengan belajar diharapkan kita dapat membaca dan mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan sehingga kita dapat memperkaya wawasan dan selanjutnya dapat meningkatkan pengetahuan kita di segala bidang, guna memperluas wawasan kita tentang keadaan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan datang.

B.  Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Menurut Prof. Dr. Wan Usman, Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepuluan dengan semua aspek kehidupan yang bervariasi.
Sementara itu, pengertian wawasan nusantara berdasarkan Kelompok Kerja Lembaga Pertahanan Nasional tahun 1999, bahwa wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang bervariasi dan memiliki nilai bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk memperoleh tujuan nasional.
            Berdasarkan TAP MPR tahun 1993 dan tahun 1998 tentang Garis Besar Haluan Negara, pengertian wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesai terhadap diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam pelaksanaan penyelenggaraan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menggapai tujuan nasional.
Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesai adalah ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat Indonesia agar tidak terjadi penyimpangan dan penyesatan dalam perjuangan menggapai dan mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional. Oleh karena itu, wawasan nusantara menjadi landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan nasional.
Dalam Paradigma Nasional, kedudukan atau stratifikasi wawasan nusantara dapat anda lihat dibawah ini:
·         Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil
·         Undang undang dasar 1945 (UUD) sebagai landasan konstitusi negara berkedudukan sebagai landasan konstitusional
·         Wawasan nusantara sebagai visi nasional berkedudukan sebagai landasan visional.
·         Ketahanan Nasional sebagai konsepsi nasional berkedudukan sebagai landasan konsepsional
·         GBHN sebagai politik dan strategi nasional atau kebijakan dasar nasional berkedudukan sebagai landasan operasional
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, dorongan, motivasi, serta rambu-rambu dalam penentuan segala kebijaksanaan (kebijakan), tindakan, perbuatan dan keputusan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Wawasan nusantara bertujuan mewujudukan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentikan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, suku bangsa, daerah, dan golongan. Ini bukanlah berarti menghilangkan kepentingan kepentingan individu, kelompok, suku bangsa, ataupun daerah. Kepentingan kepentingan tersebut akan selalu dihormati, diakui dan dipenuhi selama tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat banyak atau kepentingan nasional. Nasionalisme yang tinggi di berbagai bidang atau segi kehidupan demi terwujudnya tujuan nasional tersebut adalah pancaran dari makin bertambahnya rasa, semangat dan paham kebangsaan dalam jiwa bangsa Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.
Asas wawasan nusantara merupakan ketentuan ketentuan atau kaidah kaidah dasar yang harus diciptakan, dipatuhi, dipelihara, dan ditaati agar tetap taat dan setianya komponen pembentuk bangsa Indonesai terhadap kesepakatan bersama. Pengabaian terhadap asas wawasan Nusantara akan berakibat terjadinya pelanggaran terhadap kesepakatan bersama yang akan menimbulkan perpecahan, tercerai berainya bhineka dari tiap bagian dari bangsa dan negara Indonesai. Oleh karena itu asas wawasan nusantara tidak boleh diabaikan.
Asas wawasan nusantara terdiri atas : Kepentinga yang sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerja sama, dan kesetiaan. Hal ini seluruhnya merupakan asas wawasan nusantara yang betul betul harus dilaksanakan demi terjaganya kesatuan dalam kebhinekaan.
Wawasan Nusantara merupakan cara pandang serta visi nasional Indonesia sehingga haruslah dipergunakan sebagai arahan, acuan, pedoman dan tuntutan bagi seluruh individu bangsa Indonesia dalam memeliharan dan membangun tuntutan bangsa dan NKRI. oleh karena itu, penerapan, pelaksanaan atau implementasi wawasan nusantara harus tercermin pada pola sikap, dan tindak yang selalu dan senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan NKRI daripada kepentingan kelompok apalagi kepentingan pribadi.
Penerapan atau implementasi  wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh yaitu dalam hal hal berikut ini:
1.   Penerapan atau implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggara negara yang sehat dan dinamis, hal tersebut tampak dari wujud pemerintahan yang kuat, aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
2.   Implementasi atau penerapan wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Disamping itu, penerapan wawasan nusantara mencerminkan tanggungjawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan dan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
3.      Penerapan Wawasan nusantara dalam segi kehidupan sosial. Hal tersebut akan menciptakan sikap lahiriah dan batiniah yang menghormati, menerima dan mengakui segala bentuk kebhinekaan atau perbedaan sebagai karunia sang Pencipta.
4. Penerapan wawasan nusantara dalam sendi kehidupan pertahanan dan keamanan akan menumbuhkembangkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada setiap warga negara Indonesia. 

C.  Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Secara konstitusional, wawasan nusantara dikukuhkan dengan Kepres MPR No.IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan Negara Bab II Sub E. Pokok-pokok wawasan nusantara dinyatakan sebagai wawasan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional adalah wawasan nusantara yang mencakup hal-hal berikut ini:
Pertama, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik memiliki arti bahwa :
(i)           Kebutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
(ii)       Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa daerah, memeluk berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti seluas-luasnya.
(iii)    Secara psikologis bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, dan memiliki satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
(iv)    Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
(v)     Seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan hukum yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Kedua, perwujudan kepulauan nusantara sebagai kesatuan sosial dan budaya memiliki arti bahwa :
(i)      Masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
(ii)     Budaya Indonesia hakikatnya adalah satu,  sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.
Ketiga, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi memiliki arti bahwa :
(i)      Kekayaan wilayah nusantara baik potensiap maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah.
(ii)     Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya.
Keempat, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan memiliki arti bahwa :
(i)      Ancaman terhadap satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan negara.
(ii)     Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan negara.

D.  Wawasan Nusantara dan Integrasi Wilayah
Wawasan nusantara sebagai “cara pandang” bangsa Indonesia yang melihat Indonesia sebagai kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam merupakan landasan dan dasar bagi bangsa Indonesia dalam menyelesaikan segala masalah dan hekikat ancaman yang timbul baik dari luar maupun dari dalam segala aspek kehidupan bangsa. Sebagai landasan kerja bagi penyelenggaraan dan pembinaaan hidup kebangsaan serta hidup kenegaraan perlu didasari oleh GBHN sebagai produk MPR (pasal 3 UUD 1945) dan APBN sebagai produk legislatif dan eksekutif (pasal 23 ayat 1 UUD 1945). Salah satu manfaat yang paling nyata dari penerapan wawasan nusantara adalah di bidang politik, khususnya di bidang wilayah. Dengan diterimanya konsepsi wawasan nusantara  (Konsepsi Deklarasi Juanda) di forum internasional terjaminlah integrasi teritorial kita, yaitu “Laut Nusantara, yang semula dianggap laut bebas” menjadi bagian integral wilayah Indosia. Di samping itu pengakuan landas kontinen Indonesia dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) menghasilkan pertumbuhan wilayah Indonesia yang cukup besar, sehingga menghasilkan luas wilayah Indonesia yang semula nomor 17 di asia menjadi nomor 17 di dunia.
Pertambahan luas ruang hidup tersebut di atas menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar bagi kesejahteraan bangsa, mengingat bahwa minyak, gas bumi, dan mineral lainnya banyak yang berada di dasar laut, baik di lepas pantai (off shore) maupun di laut dalam. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional, termasuk tentangga dekat kita, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, India, Australia, dan Papua Nugini yang dinyatakan dengan persetujuan yang menyangkut laut teritorial maupun landas kontinen. Persetujuan tersebut dapat dicapai karena Indonesia dapat memberikan akomodasi kepada kepentingan negara-negara tetangga antara lain bidang perikanan (traditional fishing right) dan hak lintas dari Malaysia Barat ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
Penerapan wawasan nusantara di bidang komunikasi dan transportasi dapat dilihat dengan adanya satelit Palapa dan Microwave System serta adanya lapangan terbang perintis dan pelayaran perintis. Dengan adanya proyek tersebut laut dan hutan tidak lagi menjadi hambatan yang besar sehingga lalu lintas perdagangan dan integrasi budaya dapat lancar jalannya. Penerapan wawasan nusantara di bidang ekonomi juga lebih dapat dijamin mengingat kekayaan alam yang ada lebih bisa dieksploitasi dan dinikmati serta pemerataannya dapat dilakukan karena sarana dan prasarana menjadi lebih baik. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat dari dilanjutkannya kebijakan menjadikan bangsa Indonesia yang bhineka tunggal ika, sebangsa, setanah air, senasib sepenanggung, dan berasaskan Pancasila. Tingkat kemajuan yang sama merata dan seimbang terlihat dari tersedianya sekolah di seluruh tanah air dan adanya universitas negeri di setiap provinsi.

E.  Politik Perbatasan Dalam Konteks Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara dalam konteks keutuhan kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dikonstruksikan sebagai cara pandang terhadap Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh, menyeluruh, mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Wawasan Nusantara dalam konteks keutuhan wilayah NKRI merupakan sikap politik bangsa Indonesia untuk merajut kembali eksistensinya sebagai archipelagic state (negara kepulauan) setelah didekonstruksi oleh kolonialis Eropa.
Sebelum kedatangan kolonialis Eropa, Nusantara merupakan bangsa berdaulat yang membentang antara lautan Hindia-Pasifik dan benua Asia-Australia. Keberadaan lautan bukan menjadi faktor pemisah akan tetapi justru merupakan sarana pemersatu suku bangsa antar pulau yang ada diwilayah Nusantara maupun dengan bangsa-bangsa yang berada di luarnya. Keutuhan kedaulatan wilayah Nusantara terbelah-belah setelah diberlakukan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie1939 (Staatsblad 1939 No.422) atau dikenal dengan Ordonantie 1939, sebagai hukum laut yang keberadaanya diakui secara internasional pada waktu itu. Ordonantie 1939 menetapkan jarak teritorial laut bagi tiap-tiap pulau (termasuk Nusantara) sejauh tiga mil, sehingga menciptakan zona-zona (kantong-kantong) kedaulatan bebas di tengah-tengah wilayah lautan Nusantara.
Keberadaan Ordonantie 1939 masih berlaku efektif hingga lebih dari satu dekade sejak Indonesia merdeka. Untuk mengembalikan keutuhan kedaulatan wilayah, Kabinet Djuanda mengeluarkan deklarasi yang isinya menetapkan pemberlakuan Archipelagic State Principle (prinsip atau azas negara kepulauan) dalam tata hukum Indonesia. Berdasarkan deklarasi tersebut, batas teritorial laut Indonesia diperlebar menjadi 12 mil (sebelumnya 3 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau dari wilayah Indonesia pada saat air laut surut (asas straight base line atau asas from point to poin).
Upaya kabinet Djuanda mewujudkan archipelagic state (negara kepulauan) dilanjutkan pemerintahan Presiden Soeharto dengan memasukkan rumusan konsep Wawasan Nusantara kedalam GBHN pada tahun 1973. Tahun 1980 Pemerintahan Indonesia mendeklarasikan klaimnya atas Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) sejauh 200 mil dari bibir pantai yang dikukuhkan melalui UU No. 5 Tahun 1983. Perjuangan Indonesia pada forum internasional membuahkan pengakuan dalam forum konvensi hukum laut PBB (United Nations Convention On The Law of The Sea/ UNCLOS), pada tahun 1982 di Montego Bay. Konvensi mengakui Indonesia sebagai archipelagic state dengan batas kedaulatan wilayah sejauh 12 mil, diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau dari wilayah Indonesia pada saat air laut surut. Pengakuan lembaga internasional tersebut kemudian diratifikasi oleh pemerintahan Presiden Soeharto melalui UU No.17 Tahun 1985.
Kebijakan politik untuk mengamankan wilayah perbatasan belum seperti diharapkan, hal ini terbutkti banyak walayah yang tidak dirurus oleh Jakarta sehingga diklaim oleh negara tentangga seperti  diungkapkan oleh Siswono (2005: 4) “Tahun-tahun ini kita dirisaukan  oleh berita tentang rapuhnya batas-batas wilayah  NKRI. Setelah Pulau Pasir di Wilayah Timor diakui milik Australia dan kita menerimanya, Sipadan dan Ligitan diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia, tapal batas di Kalimantan  digeser hingga 800 meter, pekerja pembuat Mercusuar di Ambalat diintimidasi polisi perairan Malaysia.  Lalu lintas  batas yang bebas, nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan hingga merapat ke pantai-pantai Sumatra (pulau-pulau Rondo di Aceh dan Sekatung di Riau). Semua itu menunjukkan betapa  lemahnya negara kita dalam menjaga  batas luar wilayah NKRI” (Kompas, 20 April 2005: 4).
Pada tahun 2002 terpampang di surat kabar kapal ikan asing yang meledak terbakar  ditembak oleh kapal perang kita. Mengingat setiap hari ribuan kapal asing mencuri ikan di  wilayah RI  ada baiknya jika setiap bulan 10 kapal pencuri ikan ditembak meriam kapal patroli AL, agar jera. Jikalau yang terjadi penyelesaian damai di laut, maka  pencurian ikan akan semakin hebat, dan penghormatan bangsa dan negara lain  akan merosot.
Potensi desharmoni dengan negara tetangga adalah masalah perbatasan, tentu tidak nyaman jika diperbatasan selalu tegang. Oleh  karena itu perlu penegasan batas wilayah  agar saling menghormati wilayah masing-masing negara. Suasana yang harmonis adalah kebutuhan hidup bertetanngga  dengan bangsa lain.
Kondisi disepanjang  perbatasan  Kalimantan dengan kehidupan  seberang perbatasan yang lebih makmur dapat mengurangi kebanggaan warga di perbatasan  pada negara kita. Pulau-pulau di Kepulauan Riau yang ekonominya lebih berorientasi ke Singapura dengan menerima dolar Singapura sebagai alat pembayaran juga dapat merapuhkan rasa kebangsaan Indonesia pada para penghuni pulau tersebut. Perekonomian di Pulau Mianggas dan Pulau Marampit  lebih berorientasi ke Filipina Selatan  akan melemahkan semangat kebangsaan warganya.
Pengelolaan wilayah perbatasan perlu segera ditingkatkan dengan membentuk  “Kementriaan  Perbatasan”  yang mengelola  kehidupan masyarakat perbatasan agar lebih makmur dan mendapat kemudahan agar dapat mengakses ke daerah lain di wilayah NKRI.  Wilayah NKRI perlu dijaga dengan penegasan secara defakto dengan  menghadirkan penguasa local  seperti lurah, camat seperti polisi dan tentara sebagai simbul kedaulatan negara.  Meskipun memiliki ribuan pulau tetapi tidak boleh meremehkan eksistensi salah satu pulau atau perairan yang sekecil apapun  pulau atau daratan, dan bila itu wilayah NKRI perlu dipertahankan dengan jiwa dan raga  seluruh bangsa ini.
Kasus Ambalat;  Bermula dengan lepasnya Timor Timur  1999, kemudian  kekalahan diplomasi kita di Mahkamah Internasional dengan kasus  Sipadan dan Ligitan, 2002 sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliki Malaysia. Lepasnya kedua pulau Sipadan dan Ligitan dengan waktu reltif singkat membuat rakyat Indonesia menjadi trauma akan lepasnya blok Ambalat yang  kaya minyak ke tangan Malaysia. Kontruksi bangunan teritorial kita dilihat dari kepentingan nasional  begitu rapuh dalam beberapa tahun terakhir ini. Sengketa dua blok wilayah Malaysia dan Indonesia kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah mereka. Malaysia memberi  nama  Wilayah  ND6 dan ND7 dan Indonesia memberi nama blok Ambalat dan Ambalat Timur (Rusman Ghazali, Kompas, 28 April 2005; 4).
Menurut Prof. Azmi Hasan, ahli strategi politik Malaysia, bantahan Indonesia sudah diatisipasi bahkan pemerintah Malaysia sudah menyiapkan segala bantahan sengketa Ambalat. Pemerintahan Malaysia tidak meragukan lagi kesahihan kepemilikan  atas klaim ND6 dan ND7  sebagai bagian meilikinya  atas dasar peta pantas benua 1979. Malaysia melakukan bantahan atas konsesei ekplorasi minyak yang diberikan kepada perusahaan  ENI dan Unicoal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan hanya itu, dalam tulisannya  Prof. Azmi membuat kalkulasi atas kekuatan militer Indonesia  jika harus berhadapan dengan kekuatan militer Malaysia. Bahwa TNI tidak berada dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS  sejak beberapa tahun yang lalu.  Sebagai contoh hanya 40% Jet tempur yang dimiliki TNI AU tidak dapat digunakan, karena ketiadaan suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan  secara penuh.  Jet Sukoiw yang dimiliki Indonesia  hanya mempunyai kemampuam radar, tanpa dibantu  kelengkapan persenjataan yang  lebih canggih lainnya. Pendek kata  bahwa dalam sengketa ini kekuatan militer TNI juga telah diperhitungkan kekuatannya oleh para ahli strategi di Malaysia sebagai refrensi pemerintah Malaysia dalam menentukan sikap terhadap sengketa di wilayah Ambalat  (Rusman Gazali, 2005: 4).

F.   Wawasan Nusantara dan Integrasi Nasional
Dalam usaha mencapai tujuan nasional masih banyak yang mempunyai pandangan berbeda atau persepsi berbeda. Untuk itu pemerintah Indonesia telah mempunyai rumusan dalam konsep pandangan nasional yang komprehensif dan integral dalam bentuk wawasan nusantara. Wawasan ini akan memberikan konsepsi yang sama pada peserta didik tentang visi ke depan bangsa Indonesia untuk menciptakan kesatuan dan persatuan, sehingga akan menghasilkan integrasi nasional.
Secara teoretis integrasi dapat dilukiskan sebagai pemilikan perasaan keterikatan pada suatu pranata dalam suatu lingkup teritorial guna memenuhi harapan-harapan yang bergantung secara damai di antara penduduk. Secara etimologis, integrasi berasal dari kata integrate, yang artinya memberi tempat bagi suatu unsur demi suatu keseluruhan. Kata bendanya integritas berarti utuh. Oleh karena itu, pengertian integrasi adalah membuat unsur-unsurnya menjadi satu kesatuan dan utuh. Integrasi berarti menggabungkan seluruh bagian menjadi sebuah keseluruhan dan tiap-tiap bagian diberi tempat, sehingga membentuk kesatuan yang harmonis dalam kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) yang bersemboyankan “Bhineka Tunggal Ika”. Integrasi nasional merupakan hal yang didambakan yang dapat mengatasi perbedaan suku, antargolongan, ras, dan agama (SARA). Kebhinekaan ini merupakan aset bangsa Indonesia jika diterima secara ikhlas untuk saling menerima dan menghormati dalam wadah NKRI.
Menurut Sartono Kartodirdjo, integrasi nasional berawal dari integrasi teritorial dan merupakan integrasi geopolitik yang dibentuk oleh transportasi, navigasi, dan perdagangan, sehingga tercipta komunikasi ekonomi, sosial, politik, kultural yang semakin luas dan intensif. Pada masa prasejarah telah terbentuk jaringan navigasi yang kemudian berkembang dan sampai puncaknya pada masa Sriwijaya dan Majapahit serta yang pada zaman Hindia Belanda diintesifkan melalui ekspedisi militer. Pada masa NKRI diperkokoh dengan adanya sistem administrasi yang sentralistik melalui sistem idukasi, militer, dan komunikasi (Sartono Kartodirdjo, 1993: 85).
Menurut Drake integrasi nasional adalah suatu konsep yang multidimensional, kompleks, dan dinamis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam integrasi nasional antara lain sebagai berikut. Pertama, pengalaman historis yang tampil sebagai kekuasaan yang kohesif, berawal dari penderitaan yang menjadi bagian warisan bersama sebuah negara. Kedua, atribut sosio-kultural bersama seperti bahasa, bendera, bangsa yang membedakan dengan bangsa lain dan yang memungkinkan WNI memiliki rasa persatuan. Ketiga, interaksi berbagai pihak di dalam negara kebangsaan dan adanya interdependensi ekonomi regional (Flip Litay, 1997; 10).
Masyarakat Indonesia sangat heterogin dan pluralistis. Oleh karena itu, bagi integrasi sosial budaya unsur-unsurnya memerlukan nilai-nilai sebagai orientasi tujuan kolektif bagi interaksi antarunsur. Dalam hubungan ini ideologi bangsa, nilai nasionalisme, kebudayaan nasional mempunyai fungsi strategis. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat menggantikan nilai-nilai tradisonal dan primodial yang tidak relevan dengan masyarakat baru. Dengan demikian nilai nasionalisme memiliki nilai ganda, yaitu selain meningkatkan integrasi nasional, juga berfungsi menanggulangi dampak kapitalisme dan globalisasi serta dapat mengatasi segala hambatan ikatan primordial.
Apabila dipikirkan antara integrasi dan nasionalisme saling terkait. Integrasi memberi sumbangan terhadap nasionalisme dan nasionalisme mendukung integrasi nasional. Oleh karena itu, integrasi nasional harus terus dibina dan diperkuat dari waktu ke waktu. Kelalaian terhadap pembinaan integrasi dapat menimbulkan konflik dan disintegrasi bangsa. Sebagai contoh, keinginan berpisah dari NKRI oleh sebagian masyarakat Papua, Aceh, dan Maluku karena selama puluhan tahun mereka hanya sebagai objek dan bukan subjek. Mereka hanya mendapat janji-janji kesejahteraan tanpa bukti dan menentang ketidakadilan di segala bidang. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah pusat dapat mengakomodasikan setiap isu yang timbul di daerah.
Integrasi nasional biasanya dikaitkan dengan pembangunan nasional karena masyarakat Indonesia yang majemuk sangat diperlukan untuk memupuk rasa kesatuan dan persatuan agar pembangunan nasional tidak terkendala. Dalam hal ini kata-kata kunci yang harus diperhatikan adalah mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis dan saling membantu atau dalam koridor lintas SARA. Integrasi mengingatkan adanya kekuatan yang menggerakkan setiap individu untuk hidup bersama sebagai bangsa. Dengan integrasi yang tangguh yang tercermin dari rasa cinta, bangga, hormat, dan loyal kepada negara, cita-cita nasionalisme dapat terwujud.
Dalam integrasi nasional masyarakat termotivasi untuk loyal kepada negara dan bangsa. Dalam integrasi terkandung cita-cita untuk menyatukan rakyat mengatasi SARA melalui pembangunan integral. Integrasi nasional yang solid akan memperlancar pembangunan nasional dan pembangunan yang berhasil akan memberikan dampak positip terhadap negara dan bangsa sebagai perwujudan nasionalisme. Dengan berhasilnya pembangunan sebagai wujud nasionalisme, konflik-konflik yang mengarah kepada perpecahan atau disintegrasi dapat diatasi karena integrasi nasional memerlukan kesadaran untuk hidup bersama dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis. Negara dan bangsa sebagai institusi yang diakui, didukung, dan dibela oleh rakyat diharapkan mampu mengakomodasikan seluruh kepentingan masyarakat dan memperjuangkan nasip seluruh warga bangsa.
Dalam mengatasi isu-isu disintegrasi, pemerintah perlu melegalkan tuntutan mereka sejauh masih dalam koridor NKRI. Seluruh warga bangsa perlu berempati pada masyarakat Papua, Aceh, dan Maluku. Perlu dimengerti bahwa masyarakat Papua adalah Indonesia yang di dalamnya terdiri dari banyak etnis, sebab tanpa Aceh dan Papua Indonesia bukan “Indonesia Raya” lagi. Dengan menaruh rasa empati kepada mereka, serta disertai tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat yang menginginkan untuk berpisah tersebut dapat menyadari bahwa mereka dan “kita” adalah satu untuk mewujudkan kepentingan bersama, kemakmuran bersama, rasa keadilan bersama, dalam wadah NKRI. Namun bila isu-isu tidak pernah ditanggapi dan justru dengan pendekatan keamanan (militer), hal ini akan menimbulkan kesulitan di masa yang akan datang. Tututan yang wajar perlu diakomodasikan sehingga mungkin dapat meredakan keinginan berpisah dari NKRI. Perlu dicatat bahwa pemerintah RI harus meningkatkan kesejahteraan seluruh warga bangsa karena hal ini merupakan kunci terciptanya integrasi nasional demi terwujudnya cia-cita nasionalisme.
Dalam usaha mencapai tujuan nasional, masih banyak yang memiliki pandangan berbeda. Untuk itu pemerintah telah merumuskan pandangan nasional yang komperhensif dan integral yang dikenal dengan wawasan nusantara. Wawasan ini akan memberikan konsepsi yang sama kepada peserta didik tentang visi ke depan bangsa Indonesia untuk menciptakan kesatuan dan persatuan secara utuh, sehingga dapat mewujudkan integrasi nasional. Adanya nilai-nilai nasionalisme, khususnya nilai kesatuan, sangat mendukung terwujudnya integrasi nasional. Dengan demikian nilai-nilai wawasan nusantara, kususnya nilai kesatuan, yaitu kesatuan IPOLEKSOSBUD-HANKAM sangat mendukung adanya integrasi nasional.

DAFTAR PUSTAKA


Adi Sumardiman, dkk.  1982. Wawasan Nusantara, Jakarta: Yayasan Harapan Nusantara.

Chaidir Basrie, 2002. Pemantapan Wawasan Nusantara Menuju Ketahanan Nasional. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. 

Dimyati, M. 1972. Hukum Laut Internasional. Jakarta: Penerbit Bharat  Karya Aksara.

Ermaya Suradinata, dkk. 2001. Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional. Jakarta: Paradigma Cipta Tatrigama.

Filip Litay. 1997. Integrasi Nasional. Jakarta.

Hasyim Djalal. 2000. Masa Depan  Indonesia  Sebagai Negara Kesatuan Ditinjau Dari  Segi Hukum Latu dan Kelautan. Tanpa Kota Penerbit dan Penerbit.

_____________.2002. Konsepsi Wawasan  Nusantara  Rumusan  Setjen Wanhankamnas, Jakarta: Dirjendikti Depdiknas.  

Lemhanas. 1995. Wawasan Nusantara. Jakarta: Penerbit Ismujati.

John Piaris. 1988. Strategi Kelautan Dalam  Perspektif Pembangunan Nasional.  Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan.
.
Munanjat Danusaputro, S.t. 1983.  Wawasan Dalam Hukum Laut PBB. Bandung: Penerbit Alumni.
_____________________.  1982. Indrajaya Seroja Dharma Mahasi  Indonesia Raya Dalam Jelang Silang Dunia,  Jakarta: Penerbit Binacipta.

Sartono Kartodirdjo. 1993.  Integrasi Nasional,:  Yogyakarta, UGM.

Sobana, An. 2002. Wawasan Nusantara.  Jakarta: Dikti Depdiknas.

Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan,  PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suwarsono, 1981. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Penerbit Hakcipta, tanpa kota Penerbit.

UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia

UU No. 5 Tahun 1983. Tentang Zone Ekonomi.

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP