HYDROCRACKING DAN VISBREAKING

Kamis, 05 September 2019


HYDROCRACKING DAN

VISBREAKING


A.  Pengertian Hydrocracking        
Hydrocracking merupakan unit proses kilang minyak bumi yang termasuk kelompok secondary processing, yaitu proses downstream kilang minyak bumi yang menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan produk-produknya. Walaupun menggunakan katalis dan prosesnya meng-cracking umpan, namun seringkali Hydrocracking tidak dikelompokkan ke dalam catalytic cracking. Seringkali istilah catalytic cracking hanya diperuntukkan kepada unit-unit proses Fluid Catalytic Cracking atau Residual Catalytic Cracking atau Residual Fluid Catalytic Cracking (perbedaan ketiganya terutama hanya pada jenis umpannya). Sedangkan hydrocracking dikelompokkan terpisah, berdiri sendiri sebagai Hydrocracking. 
Hydrocracking merupakan proses dua tahap menggabungkan catalytic cracking dan hidrogenasi, dimana bahan baku yang lebih berat akan terpecahkan dengan adanya hidrogen untuk menghasilkan produk yang lebih diinginkan. Proses ini menggunakan tekanan tinggi, suhu tinggi, katalis, dan hidrogen. Hydrocracking digunakan untuk bahan baku yang sulit untuk diproses, baik dengan catalytic cracking atau reformasi, karena bahan baku ini biasanya ditandai dengan kandungan aromatik polisiklik tinggi dan / atau konsentrasi tinggi dari dua racun katalis utama, sulfur dan senyawa nitrogen. 
3
 
Proses hydrocracking sangat tergantung pada sifat dari bahan baku dan tingkat relatif dari kedua reaksi, hidrogenasi dan cracking. Bahan baku aromatik dengan molekul yang berat diubah menjadi produk yang lebih ringan dengan berbagai tekanan yang sangat tinggi (1000-2000 psi) dan temperatur yang cukup tinggi (750 ° -1500 ° F), dengan adanya hidrogen dan katalis khusus. Ketika bahan baku memiliki kandungan parafin tinggi, fungsi utama dari hidrogen adalah untuk mencegah pembentukan senyawa aromatik polisiklik. Peran penting hidrogen dalam proses hydrocracking adalah untuk mengurangi pembentukan tar dan mencegah penumpukan coke di katalis. Hidrogenasi juga berfungsi untuk mengkonversi senyawa sulfur dan nitrogen dalam bahan baku untuk hidrogen sulfide dan amonia. 

B.  Proses Hydrocracking
            Pada tahap pertama, bahan baku dipanaskan lalu dicampur dengan hidrogen daur ulang dan dikirim ke reaktor tahap pertama, di mana katalis mengkonversi senyawa sulfur dan nitrogen untuk menjadi hidrogen sulfida dan amonia. Setelah hidrokarbon meninggalkan tahap pertama, kemudian didinginkan hingga cair dan dijalankan melalui pemisah hidrokarbon. Hidrogen didaur ulang untuk bahan baku. Cairan dibebankan pada sebuah fractionator. Tergantung pada produk yang diinginkan (bensin komponen, bahan bakar jet, dan minyak gas), fractionator dijalankan untuk memotong beberapa bagian dari keluaran reaktor tahap pertama. Range minyak tanah material dapat diambil sebagai produk samping imbang terpisah atau termasuk dalam dasar fractionator dengan minyak gas.
Bagian bawah fractionator yang dicampur lagi dengan aliran hidrogen dan dibebankan pada tahap kedua. Karena bahan ini telah mengalami beberapa hidrogenasi, cracking, dan reformasi dalam tahap pertama, operasi tahap kedua yang lebih tinggi (suhu yang lebih tinggi dan tekanan). Seperti tenaga mesin dari tahap pertama, tahap kedua produk dipisahkan dari hidrogen dan dibebankan fractionator tersebut. Berikut data umpan dan produk dari proses hydrocracking.
Tabel 1. Umpan dan Produk Proses Hydrocracking

Proses hydrocracking dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Gambar 1. Proses Hydrocracking (Buku Pintar Migas Indonesia, 2012)

Bersamaan dengan proses hydrocracking, impurities yang terkandung dalam feed, seperti senyawa sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal juga dihilangkan. Selain itu senyawa olefin juga dijenuhkan. 
- Penghilangan sulfur dilakukan dengan cara mengubah senyawa sulfur organic menjadi hydrogen sulfide dan hydrocarbon. 
- Penghilangan nitrogen dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organic menjadi ammonia dan hydrocarbon.
- Penghilangan oksigen dilakukan dengan cara mengubah senyawa oksigen organic menjadi air dan hydrocarbon 
- Penghilangan halida dilakukan dengan cara mengubah senyawa halide menjadi chloride acid dan hydrocarbon. 
- Penjenuhan olefin dilakukan dengan cara meng-hydrogenasi senyawa olefin menjadi parafin. Tujuan penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat penyimpanan (warna dan sediment). 
- Penghilangan metal : senyawa organik metal akan terdekomposisi dan metal akan secara permanen diserap atau beraksi dengan katalis. Metal ini merupakan racun katalis yang permanen (tidak dapat dihilangkan).
Semua reaksi di atas bersifat eksotermis sehingga temperatur akan naik saat feed melewati unggun katalis (catalyst bed). Urutan kemudahan reaksi yang terjadi di hydrocracking adalah sebagai berikut (mulai dari yang paling mudah hingga yang paling susah) :
- Penghilangan logam
- Penjenuhan olefin
- Penghilangan sulfur
- Penghilangan nitrogen
- Penghilangan oksigen
- Penjenuhan cincin (heteroaromatic → multiring aromatic → monoaromatic)
- Cracking naphthene (multiring naphthene → mono naphthene)
- Cracking parafin 

Berikut urutan reaksi hydrocracking pada reactor hydrocracker.
Gambar 2. Urutan reaksi hydrocracker (Buku Pintar Migas Indonesia, 2012)

C.  Katalis Hydrocracking
Katalis yang digunakan dalam proses hydrocracking adalah bi-functional catalyst (mempunyai dua fungsi, yaitu metal function dan acid function). Metal function digunakan untuk sulfur removal, nitrogen removal, olefin saturation, dan aromatic saturation. Sedangkan acid function digunakan untuk hydrocracking. Berkaitan dengan katalis hydrocracking, dikenal istilah supports dan promoters, dimana supports menyediakan acid fuction sedangkan promoters menyediakan metal function. Umumnya katalis hydrocracking dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan support-nya, yaitu amorphous dan zeolite. Tipe amorphous digunakan jika diinginkan maksimasi produk distilat (kerosene dan diesel), sedangkan tipe zeolite digunakan jika diinginkan maksimasi produk naphtha. Perbandingan antara tipe amorphous dan zeolite adalah sebagai berikut : 
Tabel 2. Perbandingan Katalis Tipe Amarphous dan Zeolite

            Berdasarkan tabel di atas, katalis tipe zeolite mempunyai banyak keunggulan dibandingkan tipe amorphous. Namun tipe zeolite mempunyai kelemahan utama, yaitu lebih sedikit memproduksi distilat (kerosene dan diesel). Oleh karena itu beberapa tahun belakangan ini diproduksi katalis tipe semi-zeolite, yaitu katalis yang mempunyai keunggulan seperti tipe zeolite dan mempunyai kemampuan produksi distilat (kerosene dan diesel) mendekati kemampuan tipe amorphous.

D.  Variabel Proses Hydrocracking
      1.   Fresh Feed Quality
Kualitas feed hydrocracker akan mempengaruhi :
- Temperatur yang dibutuhkan untuk mencapai konversi penuh
- Jumlah hydrogen yang dikonsumsi
- Umur katalis
- Kualitas produk
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan kualitas feed hydrocracker adalah sebagai berikut : 
a.   Boiling range (Rentang Titik Didih) 
Peningkatan boiling range umpan akan mengakibatkan umpan tersebut lebih susah untuk diproses, sehingga membutuhkan temperatur yang lebih tinggi yang kemudian akan menyebabkan umur katalis menjadi lebih pendek. Umpan dengan end point tinggi biasanya juga mengandung sulfur dan nitrogen lebih banyak. Initial boiling point umpan yang rendah (< 370oC) tidak berpengaruh buruk terhadap operasi, namun akan mengurangi efisiensi operasi karena fraksi < 370oC tidak mengalami konversi di katalis.
b.   Kandungan Sulfur dan Nitrogen
Kenaikan jumlah senyawa sulfur dan nitrogen organik akan meningkatkanseverity operasi. Kandungan sulfur tinggi akan meningkatkan konsentrasi H2S dalam recycle gas sehingga akan menurunkan purity recycle gas dan kemudian menurunkan tekanan partial hydrogen. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas katalis karena konsentrasi H2S hanya berkisar ratusan ppm (part per million). Namun kandungan senyawa nitrogen organic yang terkonversi menjadi ammonia dan terakumulasi dalam recycle gas akan menurunkan aktivitas katalis. Oleh karena itu, umpan dengan kandungan nitrogen organik tinggi akan lebih sulit diproses dan membutuhkan temperature lebih tinggi.
c.   Kandungan Senyawa Tak Jenuh
Jumlah senyawa tak jenuh seperti olefin dan aromatik yang terkandung dalam umpan akan meningkatkan kebutuhan gas hidrogen dan meningkatkan panas reaksi yang dilepas. Secara umum untuk boiling range umpan tertentu, penurunan API gravity mengindikasikan peningkatan kandungan senyawa aromatik tak jenuh. Selain itu parameter lain yang mengindikasikan peningkatan senyawa tidak jenuh adalah tingginya angka insoluble normal Heptane (n-C7). Kandungan hidrokarbon tak jenuh yang berlebihan dapat menyebabkan permasalahan kesetimbangan energi bila suatu unit tidak dirancang khusus untuk jenis umpan tersebut.
d.   Komponen Cracked Feed 
      Catalytically cracked feed dan thermally cracked feed biasanya memiliki kandungan sulfur, nitrogen, dan particulate yang lebih besar. Selain itu juga mengandung aromatik dan senyawa pembentuk HPNA yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan cracked feed lebih sulit diproses dan membutuhkan hydrogen lebih banyak. Pengolahan cracked feed akan meningkatkan laju deaktivasi katalis dan juga pressure drop reaktor.

e.   Racun Katalis Permanen
      Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.
f.    Racun Katalis Tidak Permanen (Regenerable Catalyst Contaminant)
      Racun katalis tidak permanen adalah pengotor yang dapat dilepaskan dari katalis dengan cara regenerasi katalis. Contoh racun katalis tidak permanen adalah coke. Kandungan asphaltene yang tinggi akan mengakibatkan pembentukan coke di permukaan katalis dan menurunkan aktivitas katalis. Kandungan asphaltene diukur dengan menggunakan parameter insoluble normal heptane (n-C7). Batasan maksimum insoluble n-C7 dalam umpan adalah 0,05 %wt. Selain insoluble n-C7, parameter lain untuk mengetahui jumlah kandungan asphalthene adalah Conradson Carbon Ratio (CCR). Batasan maksimum CCR dalam umpan adalah 1 %wt.

      2.   Fresh Feed Rate atau LHSV (Liquid Hourly Space Velocity)
LHSV didefinisikan sebagai (fresh feed, m/jam)/(volume katalis, m), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan feed rate dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV. Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai kompensasinya maka temperatur reaksi (temperature inlet reactor) harus dinaikkan. Namun kenaikan temperatur catalyst akan menyebabkan peningkatan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga akan mengurangi umur katalis. 


3.   Combined Feed Ratio (CFR)
CFR didefinisikan sabagai (fresh feed + recycle feed)/(fresh feed). Bottom fraksionator yang tidak terkonversi dikembalikan ke reaktor dengan tujuan untuk : Menurunkan panas yang dilepaskan oleh reaksi, karena recycle feed tersebut telah terdesulfurisasi dan telah jenuh serta hanya membutuhkan reaksi hidrocracking. Hal ini dapat menurunkan beban katalis. 
-  Menurunkan severity reaksi. 
-  Efek langsung kenaikan CFR adalah pengurangan yield naphtha (dan kenaikan yield produk 150oC+) dan dari kenaikan yield produk 150oC+ yang tertinggiadalah kenaikan jumlah produksi diesel.
CFR optimum untuk operasi Hydrocracker adalah antara 1,6 s/d 1,65. CFR > 1,65 berarti unit dijalankan dengan low severity, sedangkan jika CFR < 1,6 berarti unit dijalankan dengan high severity. CFR ini bisa juga untuk mensiasati umur katalis; jika peak temperature fresh feed reactor sudah tercapai, CFR dapat dinaikkan untuk menurunkan severity operasi fresh feed reactor.

      4.   Hydrogen Partial Pressure
Selain digunakan untuk reaksi, hydrogen juga berfungsi untuk menjaga tingkat kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Hydrogen partial pressure yang rendah akan meningkatkan kecepatan deaktivasi katalis. Hydrogen partial pressure dikendalikan dengan cara menjaga tekanan reaktor dan purity hydrogen dalam recycle gas. Purity hydrogen dapat ditingkatkan dengan cara :
-  Meningkatkan kandungan hydrogen dari make up compressor. 
-  Venting recycle gas dari High Pressure Separator untuk membuang impurities seperti NH3 dan H2S.
-  Menurunkan temperatur High Pressure Separator.
Hydrogen to Hydrocarbon Ratio (H2/HC ratio)
Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadapseverity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan
      5.   Temperatur
Kenaikan temperatur akan menaikkan konversi yang kemudian akan menyebabkan kenaikan laju deaktivasi katalis. Kenaikan temperature yang mendadak dan sangat tinggi disebut dengan istilah temperature runaway atau temperature excursion. Temperature runaway atau temperature excursion didefinisikan sebagai berikut : 
-  ΔT reaktor (peak – inlet temperature) > 28oC (untuk 1st stage amorphouscatalyst) atau > 14oC (untuk 2nd stage amorphous catalyst) atau > 42oC (untuk 1st stage zeolite catalyst) atau > 21oC (untuk 2nd stage zeolite catalyst), dan 
-  Peak temperature reaktor melebihi batasan disain (untuk amorphous catalyst > 454oC).

      6.   Wash Water Injection
Injeksi wash water pada unit hydrocracker diperlukan untuk : 
-  Menghilangkan ammonia dalam recycle gas. Adanya ammonia dalam recycle gas walaupun dalam jumlah sangat kecil (biasanya sekitar 200-400 ppm tergantung dari jenis umpannya) akan sangat mengganggu aktivitas katalis karena ammonia akan mengisi active site katalis.
-  Mencegah terjadinya fouling akibat pembentukan garam ammonia (terutama pada fin fan cooler effluent reactor, upstream high pressure separator karena pada temperatur rendah senyawa garam mudah mengendap).
Pembentukan NH4HS adalah akibat dari reaksi senyawa ammonia anorganik (NH3) dengan senyawa sulfur anorganik (H2S). Fungsi wash water adalah melarutkan NH4HS agar tidak mengendap pada bagian dalam fin fan cooler yang akan menyebabkan plugging. Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi. Best practice-nya, temperature wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash water masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator). Jika injeksi wash water terganggu dalam waktu lebih dari 30 menit maka efeknya akan langsung terasa, yaitu jumlah unconverted oil meningkat (karena konversi menurun akibat meningkatnya kandungan ammonia pada recycle gas yang berebut untuk menempati active site katalis). Oleh karena itu, jika dalam waktu 30 menit gangguan injeksi wash water tidak dapat diatasi, maka unit hydrocracker harus turun feed atau bahkan harus shutdown jika injeksi wash water sama sekali tidak ada karena ketidakadaan wash water akan menyebabkan plugging pada fin fan cooler upstream high pressure separator.

E.  Thermal Cracking Process
            Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon dengan rantai yang lebih pendek dengan bantuan panas. Proses perengkahan panas bertujuan untuk mendapatkan fraksi minyak bumi dengan boiling range yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dengan melalui proses ini dihasilkan gas, LPG, gasoline (naphtha), gas oil (diesel), residue atau coke. Feednya dapat berupa gas oil atau residue. Visbreaking Unit biasanya didisain untuk mengolah Vacuum Distillation Unit residue (atau dapat juga untuk mengolah gas oil). Proses perengkahan residue ini dimungkinkan dengan pemanasan umpan menggunakan visbreaking unit fired heater dan rapid quenching fluida keluar fired heater, yang memudahkan terjadinya perengkahan panas dan perubahan viscosity untuk proses lebih lanjut. Produk visbreaking unit adalah overhead tail gas, naphtha, dan bottom.

F.   Teori Perengkahan Panas dan Proses Visbreaking
Saat hydrocarbon dipanaskan dan didekomposisi dalam kondisi perengkahan panas, hydrocarbon dapat diasumsikan terpecah menjadi dua atau lebih radikal bebas. Radikal-radikal bebas tersebut kemudian bereaksi menghasilkan total produk yang mencakup rentang berat molekul yang besar mulai dari hydrogen hingga bitumen dan coke. Terkait dengan teori perengkahan panas, reaksireaksinya, sebagai contoh, dapat digambarkan sebagai berikut :
C 10 H 22 C 8 H 17 * + C 2 H 5 * (1)
Radikal-radikal yang sangat reaktif tidak keluar sebagai effluent produk perengkahan panas, tetapi tergantung ukuran dan lingkungannya : (a) bereaksi dengan hydrocarbon lain, (b) terdekomposisi menjadi olefin, (c) bergabung dengan radikal-radikal lain, dan (d) bereaksi dengan permukaan logam.
Secara umum, radikal-radikal kecil lebih stabil daripada radikal-radikal yang lebih besar, dan akan lebih siap bereaksi dengan hydrocarbon lain dengan menangkap satu atom hydrogen, sebagai contoh :
C 2 H 5 * + C 6 H 14 C 2 H 6 + C 6 H 13 * (2)
Radikal-radikal besar tidak stabil dan terdekomposisi untuk membentuk olefin dan radikal-radikal yang lebih kecil, sebagai contoh :
C 6 H 13 * àC 5 H 10 + CH 3 *       (3)
C 8 H 17 * àC 4 H 8 + C 4 H 9 *     (4)
C 4 H 9 * àC 4 H 8 + H*                 (5)
Reaksi-reaksi rantai radikal bebas tersebut berakhir saat dua radikal bergabung, sebgai contoh :
C 8 H 17 * + H* à C 8 H 18            (6)
Atau saat sebuah radikal bereaksi dengan suatu logam atau racun. Reaksi-reaksi kondensasi dan polimerisasi yang terjadi pada kondisi perengkahan panas dapat menjadi aromatic tar, sebagai contoh :
xC 4 H 8 + yc 4 H 8 + zc 3 H 6 à multi-aromatic-ring (7)
Coke dan bitumen adalah jenis polimer utama. Molekul-molekul tersebut bisa menjadi sangat besar. Kekurangan hydrogen dan berat molekul yang besar mengurangi kelarutannya dalam hydrocarbon. Coke mempunyai rasio atom hydrogen-carbon sekitar 2:1.

G.  Feed dan Produk Visbreaking
Spesifikasi produk visbreaking process unit harus disesuaikan dengan spesifikasi blending fuel oil dan sifat komponen blending lainnya. Jika viscosity visbroken bottom tinggi, maka fuel oil blending memerlukan lebih banyak fuel dan temperature keluar fired heater yang lebih tinggi. Hal tersebut akan meningkatkan kecenderungan terbentuknya coking pada tube fired heater. Oleh karena itu, spesifikasi produk harus disesuaikan berdasarkan maksimalisasi keuntungan untuk keseluruhan kilang.
Visbreaking process unit biasanya didisain untuk memproduksi produk-produk sebagai berikut :
-  Off gas yang akan diolah di Gas Concentration Process
-  Unit Unstabilized naphtha yang juga akan dioleh di Gas Concentration Process Unit
-  Visbroken bottom residue yang akan dikirim ke fuel oil blending (normal) atau refinery fuel oil (jika diperlukan).
Produksi naphtha diminimumkan dengan tetap mempertahankan spesifikasi flash point fuel oil.

DAFTAR PUSTAKA


Operation Manual for Unit : 130 Visbraking Process Unit Pakistan-Arab Refinery Limited (PARCO), Mid-Country Refinery Project, Mahmood Kot, Pakistan.

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template The Beach by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP